Senin, 19 Desember 2011

Tiga Belas

Tigabelas

Perkenalkan namaku Prihatin Pamungkas. Kenapa namaku seperti itu? Dan kenapa judulnya adalah tiga belas?
Ini ceritanya.
Aku akan menceritakan secara singkat saja. Aku adalah anak bungsu, dilahirkan pada bulan Desember tahun 1965 di kota kecil di ujung barat Jawa Barat. Kedua orang tuaku berasal dari Jogya, Jawa Tengah. Bapakku adalah seorang tukang kayu dan saat aku dilahirkan, bekerja pada saat PT Krakatau Steel didirikan. Setelah proyek selesai, bapakku bekerja di Departemen Penerangan, kota Serang. Tetapi malang G30S PKI terjadi dan bapakku yang tak tahu apa-apa ikut dibuang ke Nusa Kambangan, lalu ke P. Buru. Tinggallah ibuku yang sedang hamil tua mengandung aku dan kakakku satu-satunya. Akhirnya kakakku dititipkan kepada salah seorang tentara CPM sementara ibuku bekerja di penggilingan padi. Sebut saja nama perwira CPM itu Pak Broto.

Saat ibuku bekerja, tiba-tiba perutnya mulas dan tanpa sempat dibawa ke dukun beranak ataupun rumah sakit, maka lahirlah aku di lumbung padi dengan ditolong oleh beberapa pekerja penggilingan. Aku diberi nama Prihatin, sesuai dengan kondisi dan situasi saat itu. Oleh Pak Broto, ibuku ditolong dengan bekerja sebagai pembantu rumah tangganya, selama kurang lebih 8 bulan.

Dikarenakan Bapak Kusuma, adik dari Pak Broto yang tinggal di Jakarta membutuhkan pembantu, maka ibuku dimintanya dan ditarik ke Jakarta untuk menjadi pembantu di rumah Bapak Kusuma. Jadilah aku, kakakku dan ibuku hijrah ke Jakarta pada bulan Juli 1966 di rumah Bapak Kusuma di daerah Cilandak. Pak Kusuma adalah seorang perwira AL. Oleh Pak Kusuma, namaku diberi tambahan Pamungkas agar segala keprihatinanku segera berakhir. Tetapi pada tahun 1971, Pak Kusuma meninggal dunia karena sakit. Bu Kusuma memutuskan untuk kembali ke Jogya sedangkan anak-anaknya karena sudah berkeluarga semua akan tetap di Jakarta dan masing-masing sudah punya pembantu.

Akhirnya Bu Kusuma memberi ibuku uang yang cukup sebagai modal untuk usaha. Dikarenakan usia kakakku yang sudah 7 tahun lebih dan harus sekolah, maka kakakku dititipkan ke saudara bapakku yang kerja di Pemda di Rawamangun.

Akhirnya ibuku mengontrak rumah di daerah Terogong dekat Pasar Mede, dan membuka warung rokok kecil-kecilan di pinggir jalan Fatmawati. Jarak antara rumah kontrakanku dengan warung kira-kira 500 meter. Kontrakan itu milik orang Jakarta, ada 3 pintu, masing-masing ada dapur, 1 kamar tidur dan ruang tamu. Lantainya masih tanah. Sumur dan kamar mandinya hanya satu di belakang dipakai bersama-sama. Letak kontrakan tersebut di tengah kebun rambutan jauh dari tetangga. Sedangkan pemilik kontrakan, rumahnya cukup jauh sekitar 300 meter.

Masih sangat kuingat bahwa kami hanya tidur di dipan kayu beralaskan tikar tanpa kasur, piring makan hanya dua buah itupun dari kaleng, radio 2 band AM dan SW1, tak punya lemari pakaian. Pakaian kami hanya diletakkan di bawah tikar tempat tidur agar terlihat rapi.

Kontrakanku letaknya di tengah. Tetangga kiriku seorang tukang kayu yang kerjanya tidak tetap, sedangkan istrinya adalah tukang sayur keliling. Anaknya hanya seorang perempuan namanya Titin. Umurnya saat itu baru 5 tahun, lebih muda 1 tahun dariku. Anaknya hitam manis. Sedangkan sebelah kananku adalah Mbak Nunung yang kerjanya di toko pakaian di daerah Blok M. Umurnya sekitar 20 tahun. Putih, cantik dengan rambut panjang dan lesung pipitnya.

Aku dan Titin sangat dekat bagaikan saudara kandung. Itu dikarenakan kami sering main bersama, makan bersama, mandi bersama bahkan tidur siang pun kadang kami bersama. Anda mungkin sulit membayangkan bagaimana anak sekecil kami sudah harus mengurus diri sendiri. Tapi keadaanlah yang memaksa kami demikian.

Tahun 1972, aku sekolah di SD Negeri 01 yang letaknya kurang lebih 1 km dari rumah yang kutempuh dengan jalan kaki melewati persawahan dan kuburan. Sekolah dengan telanjang kaki adalah hal yang biasa pada saat itu. Begitu pula aku. Setiap hari sepulang sekolah aku ke warung ibuku untuk bantu-bantu, terkadang harus belanja dagangan ke pasar. Sehingga waktu untuk bermain sangat sedikit.

Hubunganku dengan Titin makin dekat saja karena kalau siang kami tak ada teman bermain. Hanya aku dan Titin. Teman sebenarnya sih banyak, hanya karena kami dari keluarga miskin, kami agak minder dan teman-teman kami pun sepertinya enggan berteman dengan kami. Tapi dalam halpelajaran sekolah, aku sama sekali tidak pernah ketinggalan. Aku selalu bersyukur, walaupun buku pelajaranku selalu pinjam dari teman yang satu angkatan diatasku dan belajar dengan lampu teplok, aku bisa sejajar dengan temanku yang lain. Bahkan aku selalu masuk dalam 10 besar. Hal itu berlangsung terus sampai aku kelas 2 SMP.

Hingga pada suatu saat ketika aku berumur 13 tahun. Aku telah selesai berbelanja keperluan warung untuk esok hari. Rokok, pisang, ubi, terigu, minyak tanah, minyak goreng dll. Oh ya, ibuku selain jualan rokok, juga jualan pisang goreng, ubi rebus, kacang goreng, kopi, teh dll.

Saat aku sedang istirahat, karena siangnya aku harus sekolah, aku mendengar suara erangan dari kamar sebelah kanan. Seperti orang menangis tapi kok intonasinya aneh.
"Kenapa Mbak Nunung ya.. apa sedang sakit perut?" pikirku.
Oh ya Mbak Nunung sekarang sudah janda. Suaminya meninggal tertabrak mobil 2 tahun yang lalu saat usia perkimpoian mereka sekitar 6 bulan.

Penasaran kuintip lewat celah-celah bilik bambu. Aku kaget! Penasaran, pelan-pelan kubesarkan lubang mengintipnya, nah semakin jelas. Ternyata Mbak Nunung sedang bersenggama dengan lelaki yang tak kukenal. Mbak Nunung posisinya berada di atas lelaki itu. Kepalanya mengadah ke atas.Karena posisi mengintipku dari samping, maka yang kelihatan hanyalah payudara Mbak Nunung saja. Payudaranya kurasa cukup besar dan masih kencang itu berguncang-guncang. Mungkin karena Mbak Nunung janda yang belum punya anak, jadi payudaranya masih bagus. Umur Mbak Nunung saat itu sekitar 28 tahun. "Aduuhh.. shh.. sshh.. ooohh.. ooohh.." rintih Mbak Nunung. Lelaki itu memegangi pinggang Mbak Nunung, sedangkan pantatnya bergoyang-goyang.

Aku yang baru pertama kali melihat adegan itu secara live (walaupun cerita tentang hal itu sering kudengar dari teman-teman) membuatku makin deg-degan. Aku terus mengintip sementara tanpa kuperintah kemaluanku menegang keras. Kulihat frekuensi naik turun Mbak Nunung semakin cepat sambil mulutnya bicara yang tidak jelas. Lalu tiba-tiba Mbak Nunung mengeram panjang."Aaaa.. aaachchch.. hhuuu.." dan terlihat dia tergeletak lemas di atas laki-laki itu. Pelan-pelan aku turun dari dipan dengan kaki yang gemetaran.

Siang itu aku di sekolah banyak bengongnya, sehingga teman-temanku banyak yang bertanya kenapa aku ini, kujawab saja aku sedang tidak enak badan. Mungkin masuk angin.

Semenjak saat itu setiap ada suara-suara desahan dan kesempatan aku selalu mengintip aktifitas Mbak Nunung. Mbak Nunung liburnya tidak tentu. Terkadang Senin, kadang Selasa atau hari-hari yang lain. Jadwal desahan itu hampir bersamaan yaitu sekitar jam 10 pagi sampai jam 12 siang.Yang kuherankan, lelaki pasangannya sering berganti-ganti. Akhirnya aku tahu kalau Mbak Nunung itu biasa tidur dengan lelaki yang mau membayarnya. Pantas saja penjaga toko kok punya TV serta perabotannya lengkap dan bagus.

Mungkin awalnya Mbak Nunung biasa dibawa ke penginapan tapi karena dianggapnya kontrakan sepi, maka Mbak Nunung memutuskan main di kontrakan. Karena sudah beberapa kali aku melihat Mbak Nunung melakukan senggama, akhirnya aku tahu urut-urutannya. Pertama mereka saling cium, saling raba, saling remas, saling hisap lalu melakukan penetrasi disegala posisi. Aku tahu bentuk dari vagina Mbak Nunung yang berambut lebat.

Itulah yang membuatku mempunyai perasaan lain setiap melihat kawan dekatku, si Titin. Titin kini umurnya sudah 12 tahun, sudah kelas 1 SMP. Kami sekolah di tempat yang sama. Sama-sama masuk siang. Dia sekarang jauh lebih putih daripada dulu.

Hal-hal yang tadinya tidak begitu kuperhatikan pada Titin akhirnya kuperhatikan. Wajahnya yang oval, hidungnya yang agak mancung, giginya yang putih, bibirnya yang merah alami, alisnya yang cukup tebal, rambutnya dipotong pendek ternyata semuanya dapat nilai diatas rata-rata. Dadanya bagus tidak terlalu besar. "Kenapa baru sekarang aku perhatikan ya. Kenapa nggak dari dulu?" pikirku. Mungkin karena aku terlalu sibuk dengan urusanku, keluargaku, sekolahku. Padahal aku sering mengajarkan Matematika dan IPA kepadanya.

Suatu ketika, sewaktu kulihat ada Mbak Nunung di rumah sedang menerima tamu, kira-kira jam 10, aku tahu apa yang akan terjadi. Setelah kira-kira mereka masuk kamar, kupanggil si Titin. Saat itu dia sedang mencuci beras.

"Tin, sini deh. Mau lihat yang bagus nggak?" kataku.
"Lihat apa?" dia balik tanya.
"Pokoknya bagus deeehhh.." ajakku sambil menggandeng tangannya.

Sementara dia sedang jongkok, sekilas terlihatlah celana dalamnya yang berwarna putih di antara pahanya yang mulus. Pikiranku langsung ngeres. "Seperti apa ya isinya? Apa masih seperti dulu?"pikirku. Karena sejak umur 8 tahun kami tak pernah mandi bareng lagi. Malu katanya. Saat dia bangun, dadanya sempat tersentuh lenganku. Lunak dan lembut. Waahh, makin ngeres aja aku.

Setelah menyimpan bakul beras di rumahnya, dia pun masuk ke rumahku lewat pintu belakang."Sssttt.. jangan berisik ya.." kataku sambil menempelkan telunjukku ke bibirku.
"Kenapa?" tanyanya.
Aku dekatkan bibirku ke telinganya.
"Geser kalendernya, di situ ada lobang. Coba lihat ada apa.." bisikku.
Sementara itu sudah ada suara desahan-desahan halus dari kamar sebelah. Dia naik dipan perlahan-lahan. Digesernya kalender dan mulai mengintip. Reaksinya pertamanya adalah kaget dengan muka merah menatapku.
"Ada apa?" tanyaku berlagak bego.
"Mereka lagi ngapain?" tanyanya.
"Aduuhhh.. Titin ini belum ngerti atau pura-pura siihh.." batinku.
Aku langsung mengambil kesimpulan sendiri kalau Titin itu sama seperti aku dulu. Tidak tahu apa-apa tentang seks.
"Coba kamu lihat terus. Aku nggak ngerti makanya kupanggil kamu. Karena aku udah pernah liat tapi aku nggak tahu.." jawabku pura-pura bodoh.

Akhirnya Titin mengintip lagi. Selama Titin mengintip, kuperhatikan dia dari belakang agak ke kanan. Dia memakai daster tipis dengan lubang lengan yang agak lebar. Aku bisa melihat bulatan payudaranya yang tertutup kaos dalam agak kendor. Agak mengembung, putih, putingnya agak samar-samar karena dari samping. Kulihat pinggangnya agak ramping, bongkahan pantatnya yang cukup besar untuk anak seusianya. Sementara garis celana dalamnya terlihat jelas di balik dasternya yang biru tipis.

Nafas Titin kudengar makin cepat dan badannya agak gemetar. Cukup lama kira-kira 20 menit, sampai terdengar erangan panjang dari kamar sebelah. Akhirnya Titin duduk di dipanku. Wajahnya merah padam. Waahh.. makin cantik aja Titinku ini.
"Gimana Tin?" tanyaku.
"Tauk.. ah.. aku mau masak..!" sahutnya sambil berlari keluar.
"Dia kenapa ya..?" batinku.
Setelah itu aku bikin adonan kue, memotong-motong pisang, merebus ubi, lalu pergi mandi. Saat sedang berjalan ke kamar mandi, aku sempat melihat Titin sedang merenung di depan kompornya. Pasti gara-gara mengintip tadi.

"Ayoo.. ngelamun. Entar kemasukan setan loohhh. Mau sekolah nggak?" tanyaku.
Dia rupanya kaget saat kutanya begitu.
"Eh.. oh. Mas Pri aja dulu. Aku lagi nungguin nasi nich.. Nanti gosong.." sahutnya.

Dia selalu memasak sebelum berangkat sekolah supaya kalau ibunya pulang keliling menjajakan sayur, makanan sudah ada. Tinggal goreng lauknya saja. Kalau aku, pagi setelah minum teh, kubuka warung dan ibuku memasak setelah itu ibu ke warung, lalu menuliskan apa-apa yang perlu dibeli di pasar. Sepulang dari pasar kupersiapkan bahan-bahan untuk pisang goreng lalu dibawa ke warung. Aku selalu belajar di malam hari. Baik PR maupun belajar untuk esok harinya.

Selesai mandi aku ganti baju. Siap-siap mau sekolah. Kupakai sepatuku. Melihat sepatu itu aku tersenyum sendiri. Sepatu itu adalah hasil jerih payahku mengumpulkan kardus-kardus bekas dan menjualnya ke tukang pemulung yang tak jauh dari kontrakanku. Setelah selesai membungkus yang mau dibawa ke warung, aku teriak pada Titin.
"Tiinnn.. ayo berangkat..! Nanti telat lhoo.." teriakku.
"Sebentaaarrr.. Titin lagi pake sepatu.." sahutnya.

Tak lama Titin keluar. "Kok hari ini tambah cantik ya.." batinku.
Selama dalam perjalanan ke sekolah, Titin banyak diamnya dibandingkan hari-hari sebelumnya. Biasanya dia cerita tentang keadaan pasar Cipete dimana dia belanja sayur untuk dijual oleh ibunya (dia berangkat jam 4 pagi, pulangnya jam 6 sampai setengah tujuh. Setelah ibunya pergi berkeliling, dia tidur sebentar). "Mungkin karena pengalaman mengintip tadi.." batinku.
Pulang sekolah pun dia banyak diamnya. "Kenapa dengan Titinku ini.." batinku.
Sementara aku tinggal di warung untuk bantu ibu, dia langsung pulang seperti biasanya.

Malam harinya, saat aku sedang belajar, Titin datang menghampiriku.
"Mas Pri, ajarin Titin soal yang ini dooong.." pintanya sambil membawa buku Matematika-nya.
"Sebentar ya Mas selesaikan PR Fisika Mas dulu.." jawabku.
Setelah aku selesai, aku tanya apa PR-nya. Ah, ternyata hanya soal sinus, cosinus dan tangen saja. Itu soal mudah bagiku. Kujelaskan panjang lebar tentang hal itu. Dia memperhatikan dengan seksama. Memang si Titin itu termasuk anak yang pintar. Dia cepat menangkap apa yang kuterangkan. Mungkin guru di sekolah terlalu cepat mengajarnya atau kurang bisa memberi contoh yang dapat dimengerti. Selama aku menjelaskan, Titin sering memandangku. Aku bisa melihat jernih bola matanya walaupun ruangan hanya diterangi dengan lampu minyak.

Setelah jelas dengan keteranganku, dia mulai mengerjakan soal-soal PR-nya. Tak lama kemudian dia selesai dengan PR-nya dan kuperiksa ternyata benar semua. Mulailah kita mengobrolmacam-macam. Kami memang jarang sekali menonton televisi. Karena harus menunggu Mbak Nunung pulang kerja sekitar jam 9 malam terkadang lebih, atau ke rumah pemilik kontrakan. Ibuku sudah tidur sejak selesai sholat Isya. Begitulah cara ibuku untuk menjaga kondisi tubuhnya setelahseharian bekerja di pinggir jalan. Penyakit ibuku paling-paling hanya masuk angin. Setelah aku kerokin dan pijitin sudah sembuh. Begitu pula dengan ibu si Titin. Bapak si Titin saat ini sedang mendapat pekerjaan membangun rumah di Semarang sehingga pulangnya 1 bulan sekali. Oh.. bapak si Titin asalnya dari Purwokerto, sedang ibunya dari Ciamis. Jadi si Titin itu Janda(Jawa-Sunda).

Setelah ngobrol ngalor-ngidul, akhirnya sampai ke topik apa yang kita intip tadi siang. Ditopik ini aku merasakan penisku mulai mengeras. Apalagi Titin sering memandangku dengan pandangan yang terasa lain dibandingkan kemarin.

Dia bertanya, "Mas, apa ya.. kira-kira yang dirasakan Mbak Nunung tadi siang ya..? seperti kepedesan, seperti nangis.. tapi sepertinya Mbak Nunung sangat menikmati yaa.."
"Waahh kalau itu Mas nggak tau.. abis Mas belum pernah ya.. mana Mas tau.." jawabku.
"Tapi sewaktu Titin ngintip tadi, kok susu sama tempek Titin jadi gatel. Mau Titin garuk malu ada Mas Pri.. akhirnya Titin pulang. Terus Titin pipis, dan sewaktu cebok rasanya enaaak banget.." sahutnya.
Si Titin menyebut kelaminnya dengan sebutan "tempek".
"Terus Titin jadi bingung kenapa Titin ya.. perasaan itu baru pertama kali Titin rasakan.." sambungnya.

Memang aku sama Titin kalau ngomong itu sudah nggak pake bates apa-apa. Kita berdua selalu blak-blakan apa adanya. Aku jadi bingung mau jawab apa. Tiba-tiba Titin menyandarkan kepalanya ke pundakku. Ini pertama kalinya karena biasanya hanya tangannya saja yang ke pundakku.
"Kenapa ya.. sepertinya Titin merasa dekeett banget sama Mas Pri. Padahal Mas Pri kan bukan apa-apaku."
"Lho.. Titin kan sudah Mas anggap adik Mas. Jadi pantes dong kalau Titin deket sama Mas." sahutku.
"Mas sayang nggak sama Titin?" tanyanya sambil memandangku.
Wajahnya sangat dekat denganku. Dapat kurasakan hembusan nafasnya yang wangi. Aku tak berani menegok ke arahnya.
"Ya.. jelas sayang dong. Sama adiknya kok nggak sayang," jawabku.
"Mas, Titin mau tanya ya.. tapi Mas nggak boleh marah ya."
"Tanya apa? Emang Mas pernah marah sama Titin?" tanyaku.
"Kalau Mas lagi ngintip Mbak Nunung, apa yang Mas rasakan?" tanyanya.
Waaa.. Pertanyaannya makin menjurus nich.
"Mas juga merasakan singkong Mas mengeras sendiri." kataku.
Aku menyebut penisku dengan "singkong".
"Maasss kalau ngomong liat ke Titin doonggg.. jangan lihat keluar," katanya sambil menarik lenganku ke dadanya.
Lenganku merasakan daging lunak dan hangat di balik dasternya.
"Apa si Titin tidak memakai kaos dalem ya?" batinku.

Aku menengok ke Titin sambil memegang dadanya.
"Lho.. kok Titin nggak pake kaos dalem?" tanyaku.
"Kaos dalem Titin basah semua Mas.. Nanti kalau Titin pake takut masuk angin," sahutnya.
Saat aku menengok ke Titin, jarak wajahku dan wajahnya sangat dekat sekali. Entah siapa yang meminta atau memulai, aku mencium pipi kirinya. Wangi. Dia mendesah pelan, "Hmmm.. aaahhh.." Kucium pipi satunya, keningnya, matanya, hidungnya. Desahannya makin keras. "Hmmm.. aaahh.. Maasss.." desisnya dengan bibir sedikit membuka. Kukecup bibirnya, dia diam saja tak ada reaksi apa-apa. Lama-lama dia pun membalas. Kami hanya berciuman bibir ke bibir saja. Maklum.. masih pemula sekali. Tanganku masih memeluk di punggungnya. Belum tahu harus berbuat apa.

Hening sejenak.
"Mas, kalau Mas maunya diapainn," katanya sambil memegang penisku.
"Terserah Titin aja," kataku.
"Titin kocokin seperti semalem yaach."
Lalu dia jongkok, mengocok-ngocok penisku yang tegang. Aku mendesah keenakan. "Aaahh.. Ooohh... sshhh.." Penisku makin tegang saja rasanya.

Tiba-tiba penisku terasa geli, basah dan hangat? kutengok ke bawah. Ternyata Titin sedang menjilat-jilat kepala penisku. Aku tidak tahu belajar darimana dia, yang penting yang kurasakan saat itu nikmat sekali. Mimpi dipegang tititku oleh perempuan saja aku tak pernah. Apalagi sekarang dijilat. "Aduuuhh Tiinnn.. aku kamu apaiiinn.. aaahh.."

Saat sedang enak-enaknya mengerang, tiba-tiba kok hangatnya tidak di kepalanya saja. Kulihat ke bawah, "Astaga..!" Penisku diemut. Belum berfikir yang lain, tiba-tiba ada rasa aneh di penisku, ternyata selain diemut, Titin pun menghisapnya. Tak tahan akan gelinya, aku semakin mengerang. "Tiinnn.. aku kamu apaiiinn.. Tiinnn.. kamu kok tegaaa.." Tak berapa lama aku kepengin pipis. "Tiinnn.. udaaahh.. Mass mau pipisss.." Karena tidak tahan dan Titin tidak melepaskannya, akhirnya, "Croottt.. croottt.. croottt.." Empat atau lima kali penisku menembakkan cairannya di mulut Titin. Titin kaget sekali. Sebagian ada yang tertelan dan sebagian lagi meleleh keluar dari bibirnya.
"Mas Pri jahat.. pipis kok di mulut Titin.." katanya sambil berdiri dan mengelap mulutnya dengan kain jarik. Lalu dia minum air putih.
"Titin juga siihhh.. Mas bilang udah.. udah, tapi Titin nggak mau lepasin," balasku.
"Udah sini tiduran. Mas kelonin," sambungku.

Sambil kukelonin, kucium pipinya.
"Titin kok mau ngisep singkongnya Mas? Apa nggak jijik. Khan jorok," pancingku.
"Lho, kata Mas kalau sayang kan nggak jijik."
"Tadi pipis Mas gimana rasanya? Enaakk?"
"Enak Mas. Kayak santen tapi agak asin."
"Titin belajar dari mana?"
"Waktu Titin ngintip, Titin liat Mbak Nunung ngisep tititnya Oom. Kayaknya Oom itu keenakan. Terus Titin mau Mas juga keenakan. Ya Titin ikut-ikutan Mbak Nunung."
"Mas, Titin malu mau ngomong sama Mas."
"Ngomong aja. Sama Mas kok malu."
"Titin juga punya bacaan. Titin dapet sewaktu beli koran bekas untuk bungkus. Ada dua Mas. Yang satu Eni Arrow, yang satu Nick Carter."
"Sewaktu Titin baca, badan Titin merinding semua. Terus susu sama tempek Titin jadi gatel."
Ooohh pantes dia cepet belajar. Dari situ toh sumbernya. Ditambah live show.

Selama kelonan, dadanya menghimpit dadaku. Terasa hangat dan kenyal. Lama-lama penisku keras lagi. Kucium pipi dan bibirnya lagi. Dia pun menyambutnya dengan mesra. Kami berciuman, bergulingan. Tanganku pun mulai bergerilya lagi. Ke susunya, punggungnya, lehernya, selangkangannya. Akhirnya tangan kananku berhenti di daging lunak di selangkangannya. Aku mulai mengusap-usap klitorisnya. Dia makin mendesah-desah nggak karuan. "Aaahh.. Maaass.. Titin sayang sama Mas Pri.. shhh.. aaahh.. enak Masss.. teruuuss Masss.." Sementara tangannya mulai meremas-remas punyaku. Penisku sudah pada puncaknya sekarang.

Tiba-tiba Titin melepaskan pelukannya.
"Masss.. Titin mau seperti Mbak Nunung.. Mas mau khaaann.." katanya sambil menatap mataku.
Ada permintaan tulus di sana, ada gelora di sana, ada sesuatu yang aneh di sana.
"Tapi Mas takuutt.. Nanti gimana? Kita khan belum pernah.."
"Tapi Titin mau Masss.." katanya lagi.
Lalu penisku diusap-usapkan ke mulut vaginanya yang sudah basah.
"Aaahh.. sshhh.." dia mendesah.

Mendengar desahannya, aku mulai bertindak. Kukangkangkan pahanya, terlihatlah vaginanya yang tembem dengan rambut halus dan jarang, bagian dalamnya yang merah muda dan ada tonjolan daging sebesar kacang kedele. Vaginanya ternyata sudah basah sekali. Merah berkilat-kilat. Kusentuh kacang kedele itu.
"Aaccchh.. Masss.. ssshh.."
Oh, jadi ini toh yang bikin dia menggelinjang itu. Kusentuh lagi.
"Aaccchh.. Masss.. ssshh.. diapain siiicchh Mas.. nakal amat siihh.." desahnya.
Kudekatkan wajahku supaya bisa melihat lebih jelas. Bentuknya lucu sekali. Aku coba menjilatnya.
"Aaacchh.. Masss.."
"Ayooo.. doonnngg.. Mass.. cepetannn.." katanya tak sabar.

Kuarahkan kepala penisku ke mulut vaginanya, kutekan sedikit.
"Aaahh.." ada rasa hangat di kepala penisku. Kutekan sedikit. Kok mentok? Kutekan lagi. Mentok lagi.
"Tin, lubangnya yang mana?" tanyaku.
"Agak ke bawah sedikit Mass, di bawah yang Mas pegang tadi."
Kuperhatikan dengan seksama. Oh, itu toh lubangnya. Kok kecil sekali? Apa punyaku bisa masuk?Kuarahkan penisku ke sana, kutekan. Kok melesat. Coba lagi. Meleset lagi.
"Tiinn.. bantuin doonngg.."
Titin memegang penisku lalu mengarahkannya.
"Teken Mas.. ya.. ya.. di situ teken Mas."
Kutekan pelan-pelan. Kok meleset? Tekan lagi meleset lagi. Gimana sich caranya? Kupegang erat-erat penisku lalu tekan agak keras. Dan..

"Aaa.. Maasss sakiiitt. Pelan-pelan dooong Maaass.."
Terasa kepala penisku terjepit sesuatu yang hangat.
"Tahan Mas.. tahan.."
Dia meringis sepertinya menahan sesuatu.
"Ayo teken lagi Mass.. pelan-pelan Masss.. aaahh.."
Kutekan perlahan-lahan dengan kekuatan penuh. "Aaahh.." Kepala penisku terasa ngilu. Hangat. Kulihat sudah separuhnya tertancap, Titin meringis, kutahan sebentar.

Setelah Titin terlihat tenang, dengan tiba-tiba kutekan penisku sekuat tenaga, "Blesss.. bret.."
"Aaawww.. sakiittt Masss.. tahan Mass.. diem dulu Masss.." Titin berteriak.
Lalu kutahan. Ujung penisku seperti menyentuh sesuatu yang hangat. Aduh, rasanya seluruh penisku seperti terjepit oleh sesuatu yang hangat dan berkedut-kedut. Rasanya linu, sakit, enak, semuanya jadi satu.

"Tiinnn.. tahan sedikit ya.." kataku.
Lalu aku menarik pantatku dan menekannya secara perlahan-lahan. Berulang kali. Kulihat Titin meringis-ringis. Begitu juga aku ikut meringis. Tapi kami sama-sama tidak mau berhenti.Setelah mungkin ada sekitar 15 kali naik turun, vagina Titin mulai agak licin. Dan Titin pun mulai tidak meringis lagi.
"Ayoo.. Mass.. ayoo Mas.. enak.. aaduuuhh enaaakkk Masss.. aaacchh.. ssshh.."
Aku pun merasa sudah tak begitu linu lagi.
"Ayooo Mass.. yang cepet Mass.. yang dalem Masss.. Sshhh.. aaacch.."

Mendengar desahan itu aku makin cepat memompa penisku naik turun. Makin cepat, secepat aku bisa. Titin kepalanya bergoyang ke kiri dan ke kanan. Tangannya memegang sisi dipan. Susunya bergoyang-goyang. Badannya basah oleh keringat begitu juga rambutnya. Pantatnya yang tadi diam, sekarang mulai bergoyang. Naik, turun, kiri dan kanan. Tak lama aku merasa penisku semakin linu dan geli yang tak tertahan, dan terasa ada sesuatu yang mau keluar. Tapi aku merasakan tak ingin berhenti memompa.

Tiba-tiba Titin merangkulku dengan keras, menggigit pundakku. "Aaahh.. Aaauuw.. Aku pipiiss.. Masss.." Aku yang juga merasa mau pipis, kutekan sekuat tenaga penisku sampai mentok dan kutahan. "Samaaa.. Massss juga pipisss.. aaacchh.." dan, "Crooott.. crooott.. crooottt.." Empat kali penisku menyembur ke vagina Titin. Aku tergolek lemas di atas tubuh Titin. Tubuh kami sama-sama banjir oleh keringat. Kami diam beberapa saat. Penisku sudah lemas tapi masih tertancap di vaginanya.

Setelah mengatur nafas masing-masing, Titin berbisik, "Terima kasih banyak Mas.. bukan main.. Masss.. enak banget ya Maaass.."
"Eee.. Tiiinnn.. jangan gerak dulu. Masih linuuu.." desahku.
Karena tak tahan kucabut punyaku, dan aku tergolek di sebelahnya.
"Pantesan aja Mbak Nunung sering beginian. Nggak taunya enak banget." desahku setelah bisa mengendalikan diri.

Tiba-tiba kami sadar bahwa ada tugas yang harus kukerjakan. Aku langsung bangun. Dan kulihat ada bercak-bercak kemerahan di dipan Titin dekat selangkangannya.
"Tiinnn.. punya kamu berdarah ya.. masih sakit..?"
"Sedikit Mas.. Linunya ini yang belum hilang."
"Udaahh bangun aja. Nanti siapa tahu ilang sendiri." kataku.

Lalu kubantu dia bangun, mengelap dipan dengan kain basah sambil melirik jam beker. Ya ampun 2 jam lebih aku bergelut dengan Titin. Setelah dia berpakaian, kubantu dia merendam cucian sementara dia mencuci beras. Dia mencuci baju, aku memotong-motong ubi dan singkong. Karena sudah hampir terlambat, kami mandi bareng berdua. Di dalam kamar mandi itu kami saling ciuman lagi, saling meremas lagi.

Sesampainya di warung, ibuku bertanya, "Titin Kenapa, kok jalannya agak pincang?"
"Terpeleset waktu nyuci baju Bu.." aku yang yang menyahut.
Memang Titin jalannya agak sedikit pincang. Siang itu kami sekolah bergandengan tangan seakan tak mau dipisahkan.

Malam harinya saat belajar, Titin datang lagi. Kali ini sebelum belajar kami bercumbu dulu.
"Tiinnn.. maafin Mas ya.. Mas khilaf.. Mas sudah mengambil keperawanan Titin."
"Nggak Mass, Titin dong yang seharusnya minta maaf. Khan Titin yang minta. Mas nyesel ya.. perjaka Mas udah ilang?"
"Lho, yang seharusnya nyesel itu khan yang perempuan bukan laki-laki."
"Tapi Titin nggak nyesel sama sekali, malah bangga bisa ngasih sama Mas."
"Sekarang Titin nggak mau pisah sama Mass.. Titin mau sama Mas terus.. Dan Titin janji nggak mau sama yang lain selain Mas." sambungnya lagi.
Kok air matanya netes? kucium dia dengan lembut.
"Terima kasih Tin.. Mas juga janji. Mas juga nggak mau dengan orang lain selama ada Titin."
Dia memelukku lama sekali. Seakan tidak mau dipisahkan.

Aku sekarang sudah terbiasa kalau sedang mencium, tanganku mengelus-elus punggungnya, lalu meremas-remas dadanya. Eh, dia nggak pake kaos lagi. "Aaahh.. Masss.." dia mendesis. Tanganku mulai turun ke arah bongkahan pantatnya, kuremas-remas. Desahannya semakin keras saja. Tangganya pun mulai masuk ke dalam sarung. Mulai memegang sesuatu yang mulai mengeras. "Mass.. Titin mau lagi doonng.." Busyet, ini anak sepertinya maniak banget.

Beberapa saat kemudian kulepaskan daster dan celana dalamnya. Dia pun menurunkan sarung dan celana dalamku, lalu kaosku. Bugillah kami berdua. Kukecup lehernya sambil kuremas-remas dadanya. Kupuntir putingnya, dia mendesah. "Ssstt.. jangan berisik dong.. nanti Ibu bangun.." dia pun mengecilkan suaranya. Hanya mulutnya yang meringis-ringis saja. Tangannya tidak tinggal diam. Mulai menggenggam penisku dan mengocok dengan perlahan. "Mass.. kuhisap yaa.." katanya.

Lalu dia berbalik arah. Mulutnya yang mungil mulai menjilati kepala penisku. Seperti ada tegangan tinggi yang mengalir di tubuhku. "Aaahh.. Tiiinn.." desahku perlahan saat dia mulai mengulum kepala penisku. Sementara itu vaginanya ada di depanku. Posisi 69 kata orang. Kucium aromanya. Aaahh segarnya. Mulailah lidahku menjelajah ke lubang yang merah membasah. Kucari kacang kedelenya dengan lidahku. Setiap kujilat kedelenya, hisapan di penisku terhenti. Cairan vaginanya makin lama makin banyak.

Tiba-tiba dia berbalik dan terlentang, sambil menarik penisku ke vaginanya.
"Auwww.. pelan-pelan dong Tiinn.. Sakit khan.." kataku karena penisku ditarik.
"Cepetan doongg.. Masss."

Kemudian kupegang penisku, kuarahkan ke vaginanya, kugesek-gesekkan di pintunya.
"Aaahh.. Masss.. jangan nakal doong.. cepetan.."
Kutekan perlahan-lahan. Masuk kepalanya, masih agak linu rasanya.
"Aahhh.. ssshh.." dia mengerang keenakan.
"Pelan-pelan Mass.."
Kutekan perlahan sekali. Takut dia kesakitan seperti tadi siang. Dia meringis. Kutahan, tarik sedikit, tekan lagi pelan-pelan, tarik lagi sedikit, tekan pelan-pelan. Mili demi mili penisku mulai ditelan oleh vaginanya yang amat sempit.

Setelah semuanya masuk, kudiamkan sebentar sambil menikmati sensasi yang ada. Sekarang seluruh penisku seperti dipijat-pijat.
"Tiinnn.. Mas sayaaang banget sama Titin.." kubisikkan di telinganya.
"Iii..iiyyaaa.. Maaass.. aahhh.. Masss.." katanya sambil mecium bibirku.
Kami lalu berciuman. Saling mengadu lidah.

Lalu kunaik-turunkan pantatku pelahan. Kuresapi setiap garakanku. Tiba-tiba Titin memelukku. Dia berguling sehingga posisinya ada di atasku.
"Maasss.. Titin mau di atas.."
"Iiiyaa tapi pelan-pelan Tiinn.. nanti Ibu banguunn.."
Rupanya dia ingin tahu gimana rasanya di atas. Dia jongkok sambil melihat ke selangkangannya, lalu naik turun pelahan-lahan. Wajahnya merah padam.

Lama-lama dia semakin cepat naik turunnya. Dadanya berguncang-guncang.
"Aaacchh.. ooohh.. Maaass.. Ooohh.."
"Ayooo.. Tiinnn dicepetiinnn.. ayooo.. ssshh.."
Kuremas-remas kedua susunya. Keringatnya sudah di sekujur tubuhnya.

Kira-kira 10 menit kemudian dia menjepitkan kedua pahanya. Tangannya menjambak rambutku. "Maaass.. Tiitiiinn.. piipiiiss.."
Terasa ada cairan hangat menyembur di kepala penisku. Bersamaan dengan itu aku merasa ada yang mau keluar dari penisku. Kubalikkan dia, lalu kugenjot sekuatku.
"Maasss.. udaaahh.. geliii.. aduuhh.."
Aku tidak peduli. Kugenjot terus. Sampai akhirnya, "Tiinnn.. Maasss juugaaa.. pipiisss.."
Dan, "Crooott.. crroottt.." Kusemprotan maniku 3 kali berturut-turut ke vaginanya. "Aaahhh.."

Kucabut penisku dan aku tergolek lemas di sebelahnya. Bukan main, setelah sensasi dahsyat tadi mereda, kucium dia.
"Terima kasiihhh.. yaaa Tiiinn.."
"Aaahhh.. Masss.."
Kami tidur berpelukan berdua sampai kami terbangun karena badan kami dingin karena tidak memakai selimut. Lalu kami berpakaian, mencium pipiku, kuantar sampai pintu rumahnya.
Ah.. perjakaku hilang diumur 13 tahun.

Sejak saat itu Titin kalau datang belajar pasti tidak memakai kaos dalam atau BH. Karena Titin sejak kelas 2 SMP sudah memakai BH. Malu sama teman katanya. Bahkan kalau sudah kepingin dia datang tanpa mengenakan celana dalam. Kami melakukannya siang dan malam. Kadang di rumahku atau di rumahnya. Paling sering di rumahnya. Berbagai posisi sudah kami lakukan. Berdiri, sambil duduk (dia kupangku menghadapku), dia di atas, model anjing. Kecuali kalau saat dia mens, atau saat bapaknya di rumah. Itupun dia masih rela mengemut punyaku.

Ketika terdengar kabar bahwa Tapol G30S PKI dibebaskan, aku menemani ibuku mencari bapakku ke kota Bandung. Tidak ketemu. Di Jogya, di rumah keluarganya juga tidak ditemukan. Apa bapakku sudah tiada? Padahal pada daftar orang-orang yang dibebaskan tercantum nama bapakku, dibebaskan di Bandung.

Pada suatu sore, saat itu ibuku sedang shalat maghrib, ada seseorang dengan pakaian lusuh dan tampang sedih mampir ke warungku meminum kopi dan makan pisang goreng. Kuperhatikan dia sering melamun dan pandangannya kosong. Kuperhatikan lebih seksama lagi. Sepertinya aku pernah mengenalnya. Tapi dimana?

Tiba-tiba aku dikagetkan oleh teriakan ibuku.
"Maasss.." teriak ibuku.
Rupanya ibuku sudah lama memperhatikan pria itu selagi minum kopi. Orang itupun kaget. Setelah saling pandang beberapa saat, mereka saling berpelukan erat. Ibuku menangis meraung-raung. Aku bingung harus berbuat apa. Aku diam saja.

"Mass itu anakmu yang kukandung dulu saat Mas pergi. Sini Pri kasih salam sama Bapakmu," kata ibuku. Kucium tangannya lalu kami bertangisan bertiga. Tangisan bahagia. Aku bahagia sekali. Aku sekarang ditemani bapakku. Orang yang dulu sangat kudambakan. Tapi akibatnya hubungan dengan Titin jadi tidak sebebas dulu lagi. Kami harus curi-curi waktu untuk bersama-sama pada saat bapakku mencari kerja sebagai tukang kayu atau saat bapak dan ibuku jaga warung berdua.Akhirnya bapakku memutuskan untuk membesarkan warung saja.

Keadaan itu berakhir ketika pemilik kontrakan datang dan memberitahukan bahwa kontrakan akan dijual 3 bulan lagi. Orang tuaku pindah kontrakan tak jauh dari tempat semula, sedangkan Titinku pindah ke Ciamis.

Sebelum perpisahan, Titin memberiku servise yang tak terlupakan. Kami bergumul di kebun selama kurang lebih tiga jam. Kenangan yang takkan terlupakan.
Selamat jalan Titinku...

Setelah aku pindah kontrakan, aku banyak murung. Aku selalu teringat Titin. Untuk menghilangkan pikiran itu, aku konsentrasikan pada pelajaran. Akhirnya aku lulus dengan nilai memuaskan. Sangat memuaskan.

Sekarang aku harus bisa sekolah ke STM. Aku ingin bisa bekerja untuk meringankan beban orang tuaku. Oh ya, Warungku selain menjual rokok, barang-barang pokok seperti sabun, beras, dll juga sekarang sudah menjadi warung makan. Ini berkat kepandaian bapakku mengelola keuangan. Kalau dulu uangnya hanya disimpan oleh ibu. Terkadang bapakku juga menerima pesanan pembuatan lemari dari kayu atau memperbaiki mesin mobil yang rusak.

Akhirnya aku bisa diterima di STM Negeri di daerah Santa, Kebayoran. Dikarenakan saat test masuk, aku termasuk 10 besar, maka otomatis aku mendapat bea siswa selama 1 tahun. Ini bisa dipertahankan asal aku selama sekolah bisa mendapat rangking di kelas. Minimal rangking 3.Titin, lihatlah prestasiku, seharusnya aku berbagi kebahagiaan ini denganmu.

Akhirnya aku sekolah di STM itu tanpa bayar malah dibayar sebagai uang saku. Bapak ibuku sangat bangga dengan hal itu. Bapak Ibu sering cerita kepada orang-orang yang datang minum kopi. Aku sudah bisa melupakan Titin. Mungkin karena temanku laki-laki semua.

Pada akhirnya, saat aku kelas 2, saat umurku 17 tahun, aku mendapat tawaran dari tetanggaku Om Candra untuk mengajari Matematika anaknya yang kelas 2 SMP. Karena ibuku cerita bahwa nilai Matematikaku di ijasah SMP adalah 9. Dia cerita kalau anaknya lemah di Matematika dan IPA. Sedangkan nilai untuk pelajaran IPS adalah lumayan.

Aku belum menyanggupinya, karena aku belum pernah mengajar kecuali pada Titin. Hingga suatu saat dia membawakan raport anaknya. Aku kaget sekali ternyata nilai raport untuk Matematika-nya tak pernah lebih dari 5. Sedangkan Fisika-nya paling tinggi adalah 6, yang lain 7 dan 6.Tak ada yang 8. "Ini pasti naik kelasnya dikatrol," batinku. Aku kasihan sekali akhirnya kusanggupi. Kulihat photonya, namanya, umurnya dll. Siti Maesaroh 13 tahun. "Hmm.. cantik juga," batinku.

Setelah perjanjian mengenai target, berapa dia membayarku serta jadwalnya, akhirnya les privat tersebut akan dimulai bulan depan. Satu minggu 3 kali masing-masing selama 2 jam. Dimulai jam 4 sampai jam 6 sore. Selasa, kamis dan sabtu setiap pulang sekolah. Matematika, Fisika dan Kimia. Ibu sangat bangga karena yang diajari adalah anak orang kaya yang terpandang di daerahku.

Aku harus membaca kurikulum Matematika dan Fisika untuk SMP. Kubeli bukunya di tukang loak di daerah cipete lalu kubuat daftar pengajaran serta daftar kemajuan. Akhirnya saat itupun tiba.

Dengan naik sepeda kebanggaanku (kubeli sepeda bekas murah dan memperbaikinya), sampailah akudi rumah Om Candra. Dengan sedikit grogi, kuketok rumahnya. Akhirnya pembantunya yang keluar."Mas Pri yaa. Ayo masuk Mas," kata Siti nama pembantunya. Wah, rumahnya besar banget. Aku celingak celinguk mengagumi rumah itu. Lalu aku diantarkan ke ruang belajar di lantai atas. Sementara itu di atas meja sudah terhidang segelas kopi susu dan pisang goreng.

Sekitar 15 menit menunggu, akhirnya seorang gadis keluar dari kamarnya. Aku melongo melihatnya. Ini bidadari atau apa..? Cantiknya melebihi yang ada diphoto raportnya. Titinku yang cantik kalah jauh bila dibandingkan dia. Dia memakai baju terusan warna krem. Matanya bulat, hidungnya mancung, bibirnya tipis, alisnya cukup tebal, giginya putih berbaris rapi, rambutnya sebahu, kulitnya putih, tinggi semampai, dadanya sudah menonjol cukup besar. Maklumlah sekolahku yang STM semuanya laki-laki dan lingkungan rumahku adalah lingkungan kampung, makajarang sekali kulihat wanita cantik. Ada yang mulai mengeras. "Seandainya.. Aahhh.. Ini adalah muridku dan dia bukan levelku," batinku memperingatkanku.

"Lho, kok bengong Mas."
"Oh.. eehhh.. Mas lupa kalau yang diajarin itu perempuan. Seingat Mas laki-laki," kataku mengelak.
"Namanya siapa Mas.. aku Maesaroh, biasa dipanggil Sara."
"Aku Prihatin, biasa dipanggil Pri atau Atin. Panggil aja Mas Pri," sahutku.
"Maesaroh dipanggilnya Sara..?" batinku.
"Oke bisa kita mulai..? Mau Matematika dulu, Fisika atau Kimia?" sambungku lagi.
"Mmmhh.. matematika aja dulu deh Mas.." sahutnya.

Lalu aku mulai mengajarkannya. Ternyata Sara bukanlah bodoh tapi karena dasarnya kurang, maka kukonsentrasikan dia dulu kepada dasar Matematika kelas 1 SMP. Baru setelah itu Fisika dan Kimianya.

Setelah beberapa kali pertemuan, akhirnya dia bisa mendalami dan memahami dasar-dasar Matematika yang merupakan dasar Fisika dan Kimianya. Ini terbukti kadang-kadang sengaja aku berbuat salah dan dia mengkoreksinya. Selebihnya tugasku jadi ringan, karena tinggal menerangkan sebentar, dia langsung mengerti. Dan aku tinggal mengoreksi saja. Bahkan dia kubekali dua tingkat lebih tinggi dari kurikulum sekolahnya. Aku bangga ternyata muridku bukanlah anak yang bodoh.

Aku jadi tahu segala sesuatu tentang keluarganya. Dia adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Semuanya perempuan. Kakaknya Siti Fatimah, 16 tahun, panggilannya Fatty sekolah di SMA kelas 2 di Jogyakarta. Adiknya Siti Khodijah, panggilannya Ketty baru kelas 6 SD. Dia sendiri bernama Siti Maesaroh. Ayahnya adalah seorang Cina keturunan. Bekerja di Mandala Airways sebagai kepala pemasaran. Ibunya adalah orang Pakistan yang bekerja di kedutaan. "Pantas aja anaknya cantik-cantik semua." batinku. "Udah cantik, kaya lagi." Mobilnya saja saat itu ada 3 buah. Ibunya, bapaknya, dan satu lagi untuk antar jemput sekolah anak-anaknya. Pembantunya ada 3, tukang kebunnya 1, sopirnya 3. Bapaknya berangkat jam 7 pagi dan pulangnya rata-rata jam 8 malam.Ibunya dua minggu sekali pergi ke Pakistan. Seringnya 3 hari kadang-kadang pernah sampai 8 hari. Pergaulannya sangat dibatasi oleh bapaknya. Jadi kalau pulang sekolah harus pulang, tidak boleh ke mana-mana. Kalau mau pergi, malamnya harus ijin dulu ke bapaknya dan itupun harus diantar oleh sopirnya. Jadi dia bisa dibilang kesepian untuk anak seumurnya. Walaupun semua fasilitas dia punya. elama mengajar, aku tak berani kurang ajar padanya. Pertama aku takut targetku supaya raportnya tak merah tak berhasil, kedua karena aku sangat minder dengannya. Terutama dari segi kekayaan. Walaupun itu milik orang tuanya. Paling-paling, aku hanya melirik ke bukit kembarnya dan menatap wajahnya saat dia menulis, mengintip celana dalamnya saat dia memakai rok mini.Terkadang malah curi-curi mencium harum rambutnya saat menerangkan sesuatu. Memang kadang-kaadang kami belajar di meja belajar atau sambil duduk di karpet. Sepertinya aku jatuh cinta sama muridku ini. Tapi terus terang aku takut.

Suatu hari, kulihat dia sangat murung. Belajarnya kurang semangat. Wah, bisa kacau nih. Bisa-bisa aku nanti nggak dibayar sama bapaknya. Perjanjiannya adalah kalau terima raport nanti masih merah, maka aku tidak dibayar. Padahal 1 bulan lagi dia mau ulangan umum.
"Sar, kamu kenapa? kok kayaknya ada masalah..?" tanyaku.
"Ngaak.. nggak pa-pa kok." sahutnya tidak bersemangat.

Setelah diplomasi sambil belajar, akhirnya setelah selesai belajar dia mau juga ngomong. Ternyata dia itu naksir Joko, anak kelas 3 yang jadi bintang basket di sekolahnya. Sedangkan Joko lebih memilih Susi yang satu kelas dengan Joko. Oh, masalah cinta monyet toh. Aku senyum seorang diri.

"Lhoo.. Mas kok senyum-senyum sendiri kayak orang gila. Bukannya bantuin gimana gitu." gerutunya.
"Wah kalau soal cinta, Mas nggak bisa ngapa-ngapain. Mas khan cuman jadi guru Matematika sama IPA. Kalau ditambahin jadi guru cinta, Mas mau bantuin," sahutku bercanda.
"Oke deh, sekarang kalo Mas aku angkat jadi guru cinta, Mas berbuat apa kalau jadi aku?" tanyanya.
"Yaa.. nggak tahu. Mas khan laki-laki," bantahku.
"Oke deh, kalau lelaki itu ngeliat perempuan dari apanya."
"Walaupun Mas belum pengalaman sama perempuan, Mas juga sekolahnya di STM, tapi karena Mas menang umur dari kamu, Mas coba jelasin semampu Mas ya."

Lalu kujelaskan semampuku tentang pandangan lelaki terhadap perempuan. Kalau lelaki itu melihat perempuan dari penampilannya, bentuk tubuhnya, kepribadiannya, dll juga karena sering ketemu. Dia memperhatikanku dengan seksama. Kami jadi lebih sering beradu pandang, berdebat. Aku jadi makin tertarik dengan muridku ini.

Aduh gimana sih nih.. Kok jadinya begini.
"Menurut mas, Sara ini cantik nggak?" tanyanya.
"Sara itu gadis yang tercantik yang Mas pernah liat," sahutku jujur sambil menatap wajahnya.
"Bayangin sudah tercantik ditambahin paling..." tambahku lagi.
Wajahnya langsung bersemu merah dan tersenyum. Bukan main cantiknya kalau lagi begitu.
"Bener.. Mas.. kalau body-ku?" tanyanya lagi sambil berdiri, muter-muter di depanku. Dadanya disorongkan ke depan.
Oh ya, saat itu dia memakai celana pendek agak gombrong, kaos Mickey Mouse sehingga BH-nya membayang sedikit.
"Body kamu juga bagus banget. Tinggi, sory ya.. dada kamu juga bagus, pantatmu bulet, kakimu jenjang," kataku lagi sambil melihat seluruh tubuhnya.
Saat aku bilang dadamu bagus, dia langsung memegang dadanya.
"Mas nggak bohong khaannn..?" katanya sambil memegang lenganku ditempelkan ke dadanya. Lunak dan hangat. Mau nggak mau penisku jadi tegang saat itu.
"Jujur demi Tuhan," kataku meyakinkan.

Karena aku sudah tidak kuat lagi, aku minta ijin pulang padanya.
"Yaa.. Mas kok pulang siicchh."
"Iyaa.. Mas ada perlu. Besok kalau nggak ada keperluan, Mas mau nemenin Sara deh.." sahutku.
Aku bangun agak tertunduk, maklum terpedoku ketekuk.
"Knapa Mass," tanya Sara.
"Aku kesemutan nih," elakku.
Dibantunya aku berdiri, entah kenapa lenganku menyentuh susunya lagi dan dia pun tidak merasa risih. Teras lunak dan hangat. Makin sakit rasa terpedoku.
"Udah ya.. sampe besok Sabtu." kataku.

Hari Sabtunya aku datang lagi. Kok rumahnya sepi. Pada kemana..? Biasanya kalau Sabtu bapak dan ibunya sudah pulang. Dan mereka pergi jalan-jalan malam harinya.
"Pada kemana Sar, kok sepi," tanyaku ke Sara saat ketemu.
"Papa tugas ke Palembang 3 hari, Mama ke Pakistan, katanya sih sekitar 4 harian. Si Siti sama Imah izin ke Garut. Tinggal Mang Ujang (sopirnya), Pak Parno (tukang kebun) sama Bi Inah," katanya.
Ternyata sopir bapak dan ibunya adalah sopir kantor.
"Mas.. boleh nggak hari ini Sara izin nggak belajar?" tanyanya.
"Lho.. kok nggak bilang kemaren. Mas udah dateng baru bilang. Emangnya kamu kenapa? Sakit..?"kataku.
"Nggak.. tadi aku pijam video bagus sama Sari (temannya), dia bilang nontonnya nggak boleh sendirian harus berdua. Tadinya mau nonton sama Ketty, eehh.. si Ketty pake ikut papa segala.. Ya aku tunggu Mas dateng aja."
"Kamu ada PR nggak?" tanyaku.
"Barusan udah aku kerjain kok. Coba aja Mas cek.." katanya sambil menyodorkan buku Matematika-nya.

Aku cek ternyata betul semua.
"Ya udah kalau begitu. Film apa sih, kok nontonnya harus berdua?" tanyaku sambil melihat ke judul filmnya. American Angel terbaca disampulnya. Tak ada gambar.
"Terima kasih ya Mas. Yuuk.. ke kamar Sara. Videonya ada di sana." katanya sambil menggandeng tanganku ke kamarnya.

Kamar Sara ternyata besar sekali. Ada rak yang penuh dengan boneka, ada TV besar, ada stereo set lengkap, ada AC-nya, ada kamar mandinya, meja belajarnya bagus, tempat tidurnya luas (ukuran kingsize) dan ada pintunya ke balkon. Eh.. ada teleponnya lagi. Bukan main. Rumahku sama kamarnya masih luas kamarnya. Aku keliling terkagum-kagum.
"Kalau si Ketty tidurnya di mana?" tanyaku.
"Lho.. Ketty khan kamarnya di sebelah.. Mas belum tahu ya." katanya sambil memasukkan video ke playernya.

Aku makin kagum aja, kamar segini luas dipake sendiri. Bermimpi pun aku tidak pernah punya kamar seperti ini. Apalagi membayangkan. Takut tidak kesampaian. Aku duduk di karpet bersandarkan tempat tidur melihat ke TV. Mana gambarnya?
"Oh yaa.. Mas mau minum apa? Bi Inah lagi tidur katanya dia lagi masuk angin." tanyanya sambil keluar kamar.
"Air putih aja deh," jawabku takut ngerepotin dia.

Oh ya, aku lupa. Saat itu Sara tumben memakai daster agak tipis. Biasanya dia memakai celana pendek sama kaos. Dasternya itu lho yang nggak nahan. BH sama celana dalamnya terbayang. Dia masuk sambil membawa sebotol air dan gelas, lalu ditaruh di meja belajarnya.
"Kalau haus ambil sendiri ya Mass, aku taruh di sini," katanya lalu mem-play-kan videonya.
"Pantesan dari tadi nggak ada gambarnya." gumanku dalam hati.
Dia duduk di sebelahku. Tercium harum badannya. Bau sabun mandi. Oh, ternyata dia habis mandi. Pantes kelihatan segar.

"Mas, tadi khan guru sejarahku nggak masuk, lalu aku ke kantin sama temen-temen. Mereka cerita tentang pacar mereka, pengalaman mereka pacaran. Aku malu lho.. Mas, masak cuman aku aja yang nggak punya pacar."
"Lho.. emang kamu belum punya pacar?" pancingku.
"Ihh.. Mas ngledek. Ya belum doongg.."
"Mau nggak jadi pacar Mas," godaku.
"Emangnya Mas juga belum punya pacar?" tanyanya.
"Siapa yang mau sama Mas, orang jelek miskin gini." kataku merendah.
"Tapi Sara kan belum punya pengalaman pacaran, Mas.."
"Emang Mas udahh. Mas khan juga belum pernah." sahutku.

Hening sekejap. Sementara di TV ada adegan orang ciuman.
"Mas, apa enaknya sih ciuman seperti itu?" katanya sambil matanya menatap TV.
"Dibilang Mas belum pernah.. ya.. mana tahu rasanya.."
"Kayaknya sih enak, liat tuh sampe merem-merem segala," sambungku.

Hening lagi, yang ada adalah adegan yang kian merangsang di TV. Si lelaki sedang bergelut sambil melucuti pakaian perempuannya, begitu pula sebaliknya. Mereka saling melucuti. Lalu mereka saling meremas. "Aaahh.. ohhh.. sshhh.. shshshs.." begitu suara di TV. Kurasakan nafas Sara semakin cepat. Lalu menyandarkan kepalanya ke pundakku. Kakinya yang tadi diselonjorkan, kini ditekuk. Penisku mulai menegang. Ketika si perempuan sedang mengulum penis lelaki, siSara mendesah, "Ihhh.." Aku tak tahu apa maksud desahannya. Jijik atau apa.

Tiba-tiba Sara berbisik, "Mass.. ajarin Sara ciuman doongg.."
"Supaya Sara nggak malu kalo cerita sama temen-teman." sambungnya.
"Si Rina malah susunya pernah dicium sama pacarnya.. seperti yang divideo itu," katanya menambahkan.
Aku seperti mendapat durian runtuh. Disaat penisku keras, nafsuku naik karena adegan TV, ada yang minta dicium, Bidadari lagi.

"Mumpung sepi nggak ada orang nihh." batinku.

Kurangkul dia, lalu kupangku menghadapku. Sara pasrah saja terhadap apa yang kulakukan. Kucium pipinya, matanya, hidungnya. Dia menikmati semua yang kuberikan. "Aaahh.. Maassss.. hmmm.."Kuelus-elus punggungnya, kupegang pantatnya sambil kuremas. Bulat dan keras. Tangannya pun mulai memeluk pinggangku. Kukecup bibirnya. Mula-mula dia tidak membuka mulutnya. Hanya bibir kami yang bertautan. Kumainkan lidahku, akhirnya mulutnya terbuka. Lidahku dan lidahnya saling membelit. Terasa manis ludahnya. "Ternyata muridku pintar sekali belajar. Dia mengikuti apa yang aku lakukan." Kucoba meraba susunya. Dia tersentak. Tapi ciumanku tak kulepaskan. Tangannya memegang tanganku tapi tidak ditarik hanya dipegang saja. Pertanda dia pun menikmatinya. Kuremas dari luar perlahan bukit kembarnya. "Aaahh.. Maasss.." desahnya.

Kuberdirikan dia, kuplorotkan dasternya. Dia kaget sekali. Langsung kucium lagi bibirnya, tangan kiriku meremas-remas pantatnya, tangan kananku meremas susunya. Lama-kelamaan dia sudah tak peduli lagi dengan tubuhnya yang setengah telanjang. Hanya dengan BH dan CD cream-nya. Kudorong dia ke tempat tidur. Tanganku sekarang berusaha memegang susunya dari balik BH-nya. Kuangkat BH kirinya, kupegang langsung ke putingnya yang menonjol. "Aaacchhh.. Masss.. sshhh.. ssshh.." desahnya disela-sela nafasnya yang memburu. Sambil menatap matanya yang mulai sayu, tangan kananku mencoba melepas BH-nya. Tak ada penolakan sama sekali. Bukan main muridku ini.

Sekarang terpampanglah sepasang bukit kembar yang sangat indah. Putingnya yang coklat muda tampak menonjol di bukitnya yang putih. Kukecup putingnya, dia menggerinjal. Kucium susu kirinya sambil kuremas susu kanannya. "Aaacchhh.. Masss.. sshhh.. ssshh.. aaduuhhh.." kedua tangannya menjambak rambutku. Kulirik dia, ternyata dia sedang melihat ke TV dimana sedang ada adegan orang sedang bersetubuh. Tanganku segera mengusap-usap pahanya, turun ke dengkul, naik lagi. Kuusap-usap vaginanya dari luar CD-nya. Sudah basah. Kumasukkan tangan kananku ke dalam CD-nya. Bulu rambutnya masih sedikit. Kuusap-usap bibir kemaluannya. Lalu kumasukkan jari tengahku ke liangnya. Becek banget ya.

Karena kurang leluasa, kubisikkan, "Sar, Mas sayang banget sama Sara.."
"Mas.. Saaarrraaa.. jugaaa sayaaaannngg Masss.." desahnya.
"Mas buka yaa.."
Dia menatapku tajam. Tapi tanganku mulai menurunkan CD-nya. Dia tidak menolak, bahkan membantuku dengan menaikkan pantatnya. Setelah CD-nya terbuka, tampaklah seonggok daging yangindah sekali bentuknya. Agak tembem. Kucium perlahan. Baunya segar sekali. "Maasss.. aaahh.." desahnya keras sambil pantatnya terangkat ke atas.

Penisku sakit karena tegangnya sudah maksimum dan terjepit celana. Aku berdiri melepaskan semua pakaianku. Dia hanya memandangiku sayu. Bugillah kita berdua di kasur yang luas.

Kubenamkan wajahku di sela-sela pahanya yang membuka. Kujilati seluruh permukaan vaginanya. Kumasukan lidahku mencari kacang kedelenya. Begitu tersentuh. Dia menggelinjang keras."Aduuuhh.. Massss.. aaahh.. ennnaaakkk.. Masss.. terusss.. terruusss.. ooohh..gelliii.. Masss.. oohhh.." Sambil pantatnya goyang kiri dan kanan, naik dan turun.

Tak lama kemudian, tiba-tiba dia menekan kepalaku dan menjepit dengan pahanya. "Aaahh.. Maasss.." Sara berteriak keras sekali. Dan, "Syur.. syurrr.." mengalirlah cairan kenikmatan dari liang vaginanya ke mulut dan lidahku. Hidungku pun kena cipratannya. Kujilat. Ah, rasa itu kembali kurasakan. Setelah sekian lama tak kurasakan. Kuhayati rasanya. Kok yang ini lebih manis dari punya Titin yang pernah kurasakan, kujilati seluruhnya sampai bersih tak tersisa. Sara makin berteriak, "Masss.. uudaaah.. Mass geli.."

Lalu aku naik, kupeluk dia dengan mesra. Penisku yang masih tegang, menyenggol pahanya. Kutempelkan ke mulut vaginanya.
"Ohhh.. Masss.." desahnya lirih.
"Sar, Mass masukkan boleehhh?" tanyaku sambil menatap wajahnya memohon persetujuannya.
Dia hanya mengangguk lemah. Hebat sekali muridku ini. Apa karena dia keturunan Pakistan ya sehingga nafsunya besar.

Kukangkangkan pahanya. Kupegang penisku, kuarahkan ke sana. Terasa hangat kepala penisku menyentuh bibir vaginanya.
"Pelan-pelan yaa Masss.." pintanya."Tentu dong Sayaaangg.." jawabku mesra.
Kudorong sedikit, meleset. Kudorong lagi, nah mulai masuk kepalanya. Kulihat dia meringis-ringis, kutahan sebentar sampai dia tidak meringis lagi. Kutekan perlahan-lahan, dia meringis lagi. Saat kulihat sudah sepertiganya masuk, kutarik sedikit, tekan sedikit, tarik sedikit perlahan-lahan dengan penuh perasaan.

Kutekan lebih dalam. Sudah setengahnya masuk. "Aaahh.. Masss.. saakiiitt.. Masss.. aduuuhh.. ssshh.." Kutahan, kudiamkan sebentar lalu kutarik lagi. Maju mundur perlahan-lahan. "Adduuhh..enaaakkk.. Masss.. aahhh.. shhshshsh.. Ayooo.. Masss.. hmmm.. yang.. dalam.. Masss.. aahhh.."

Karena sudah ada lampu hijau, kutekan dengan sekuat tenagaku. "Blesss.." penisku seperti menabrak kain tipis yang langsung sobek. "Auuwww.. Masss.. sakiiitt.. periihhh.. Masss.. aduuhhh.." teriaknya. Aku tidak peduli karena situasi rumah yang sepi. "Ooohhhh.. selaput dara.. aku berhasil menembusmu," batinku. Seluruh penisku seperti dipijit dan diremas mesra.

Aku diamkan beberapa saat sampai vaginanya bisa menerima kehadiran penisku dan dia tak merasa kesakitan lagi. Sementara itu dia melirik lagi ke TV. Saat itu di TV sedang ada adegan doggy style. Aku merasakan kedutan-kedutan halus di penisku. "Udah saatnya nich.." batinku.

Kucabut perlahan-lahan lalu kutekan lagi dengan sangat perlahan. Berulang-ulang. "Ohhh.. Masss.. ooohh.. aaahh.. enaaakkk.. Masss.. oohhh.. aduuuhh.. aahhh.." desahnya. Rupanya rasa sakitnya sudah hilang, berganti dengan kenikmatan. Bukan main rasanya. Sempit sekali vagina si Sara ini. Jepitannya terasa di seluruh penisku. Ketika kutarik, sepertinya vaginanya tak rela. Nyedot rasanya.

Lama-lama kupercepat sedikit demi sedikit. Setelah terasa sangat licin. Makin cepat dan makin cepat. Kulihat kepalanya bergoyang kiri ke kanan. Susunya bergoyang-goyang indah. Ah, indahnya pemandangan itu. "Aaahhh.. cepet Mas.. cepet.. Masss.. yang dalem Mass.. ayooo.. Mas.. yang dalem Maasss.."

Pantatnya kini sudah bisa mengimbangi gerakanku ke kiri dan ke kanan. Penisku seperti dipelintir rasanya. "Sudah masuk semua kok masih teriak-teriak yang dalem, "batinku. "Dalem sekali liang vaginanya yaa." Memang aku tak merasakan kepala penisku menyentuh apa-apa. Kupercepat sampai mentok. Ah, nikmat rasanya.

Kira-kira 10 menit, dia mulai ngomong yang nggak jelas. Kupercepat lagi sekuatku sampai pinggangku agak sakit. Tiba-tiba kakinya membelit pinggangku. Pantatnya ke atas, lalu diputar-putar dengan cepat. "Aaacchhh.. Masss.. akuuu.. udaahhh.." Aku yang tadinya juga sudah mau sampai, digoyang seperti itu, mau nggak mau bobol juga pertahananku. " Maasss.. juugaaa.. aahhh.." teriakku sambil menekan penisku agar masuk lebih dalam. "Crooott.. croottt.. crooott.." ada 5 atau 6 kali penisku menembakkan maninya di liang vagina Sara. Lalu aku terkulai lemas tak bertenaga di sebelahnya.

Kami berpelukan erat sekali.
"Kamu hebat sekali Sar.." kataku.
"Mas juga hebat.."
"Terima kasih ya, Sara.." kataku sambil mencium keningnya.
"Sara yang terima kasih sama Mas, Mas mau ngajarin Sara. Sara jadi tau kalau bercinta itu nikmat sekali.."
Kita berdua lalu tidur telanjang berpelukan di bawah selimut tebalnya.

Sorenya aku bangun karena aku merasa lapar dan dingin. Rupanya aku sudah tak berselimut lagi. Kupandangi Sara-ku yang masih tertidur dengan pulas. Kulihat ada lendir kemerahan dekat kakinya. "Oh darah perawan.." pikirku. Kecantikannya sangat alami. Kecantikan seorang gadis belia yang baru berumur 13 tahun, tapi ingin merasakan nikmatnya bercinta. Kuselimuti dia. Sementara itu gambar TV-nya sudah berwarna biru. Pertanda videonya sudah habis.

Gimana nih.. Aku lapar. Di rumah orang lagi. Biasanya aku disuguhi pisang goreng dan kopi susu. Aku memakai bajuku, dan berjalan di sekeliling kamarnya, mematikan TV. Kuperhatikan foto-fotonya di atas meja belajarnya. Masih lebih cantik orangnya daripada fotonya. Beruntung aku menemukan biskuit di atas meja belajarnya. Lumayan buat mengganjal perut.

Tak lama Sara bangun. Menggeliat-geliat sebentar. Lalu memanggilku.
"Udah lama bangunnya, Mas..?"
"Yaahhh.. lumayanlah. Ini biskuitmu aku makan. Abis laper sihh."
"Makan aja nggak apa-apa kok Mass." katanya sambil bangkit dengan telanjang bulat. Lalu memakai pakaiannya.
Kalau aku boleh menilai, Sara pantas mendapat nilai 10. Karena aku sampai saat ini belum pernah melihat gadis yang lebih cantik dari dia. Apalagi body-nya.
"Sara ke bawah dulu ya Mass. Sara juga lapar."

Kira-kira 1 jam kemudian, Sara datang dengan membawa 2 piring nasi goreng yang baunya membuat perut keroncongan. Lalu kami makan berdua.
"Enak betul nasi gorengnya. siapa yang masak..?" tanyaku.
"Sara sendiri Mas."
"Lho.. Bi Inah ke mana?"
"Nggak tau tuh. Biasanya kalau sore dia suka ngobrol sama temen sebelah."
Makin sempurna saja nih si Sara. Cantik, pintar, bisa masak.
"Mass, mandi yuukk.." ajaknya, "Badan Sara lengket semua niicchh.."

Rekan pembaca yang budiman, beberapa hari yang lalu aku dan Sara masih ada jarak yang memisahkan. Antara murid dan guru. Sekarang setelah kami berhubungan badan, dia tanpa malu-malu malah mengajakku mandi bersama. Keadaan sudah berbalik 180 derajat.

Setelah melepaskan semua baju kami, lalu berbugil ria masuk kamar mandinya. Busyet.. kamar mandinya ada perahunya (bath tube). Ada air panasnya lagi. Setelah menyetel agar air hangatnya pas, kita berdua mandi di shower. Saling menyabuni, membuat penisku mengeras lagi.

Ketika aku sedang menyabuni susunya, sengaja kuremas-remas sampai bukit kembarnya mengeras dan putingnya menonjol. Dia mendesah, "Aaahh.. Massss.. teruusss.. Masss enaaakkk.. Massss.."Lalu kusiram, setelah bersih kusedot kedua bukit kembarnya bergantian. Sementara tanganku menyabuni vaginanya. Dia semakin belingsatan. "Maasss.. ooohh.. Maasss.. aaahh.."Kusiram vaginanya, lalu aku jongkok di hadapannya. Kujilat bibir kemaluannya. "Ooohh.. aaahh.. Masss.. diapain Maaass.." Lalu kaki kirinya naik ke bath tube, makin jelaslah isinya. Merah muda bagus sekali. Aku sampai berdebar-debar memandangnya.

Kemudian kusentuh kedelenya. "Auww.. Masss.." Lalu kucium dengan penuh perasaan. Kujilat perlahan, dia makin menggelinjang tak karuan. Karena takut jatuh, dia lalu tiduran di dalam bath tube sementara pantatnya berada di pinggir bath tube. Makin terkuak lebarlah vaginanya. Kuserbu dengan jilatan-jilatan ganas. "Ohh.. aahhh.. sshhhh.. aaahh.. ooohh.. Masss.. aduuuhh.." suaranya meracau.

Aku ingin merasakan cairannya yang manis. Maka kupercepat jilatanku di kedelenya. Akibatnya pantatnya makin bergerak kian kemari. Tangannya menjambak-jambak rambutku. Tak lama kemudian, "Aaahh.. Maasss.." dan, "Suurrr.. syuurrr.." mengalirlah air kenikmatannya. Rasanya gurih sekali. Manis, sedikit asin seperti tajin. Ah, segarnya. Kuhirup semuanya sampai tetes terakhir. Akhirnya dia tiduran di bath tube.

Lalu aku mandi. Menyabuni seluruh tubuhku. Ketika aku akan menyabuni penisku yang sedang tegang, dia bangkit.
"Mas, biar Sara aja yang nyuci.. Masss.."
Dia jongkok di depanku. Dipandangi dengan seksama penisku.
"Mass.. sebesar ini kok bisa masuk ya.." sambil menggenggamnya. Lalu disabuni batangku.
"Ohhh.. nikmatnya.. aaahh.." Lalu tangan kirinya memegang kantong pelirku. Sambil meremas perlahan.
"Kalau yang ini isinya apa Masss? kok isinya lari-lari sihh.." tanyanya.
"Itu adalah pabrik sperma, Sayang." kataku.
"Ooo.."
"Sara tadi siang liat nggak di TV yang perempuan menghisap punyanya laki-laki?" tanyaku.
"Liat Mas.. enggg.. Mas mau Sara menghisap punya Mas..?" tanyanya.
"Ya.. kalau Sara nggak keberatan," sahutku.
"Eee.. gimana yaa.." katanya sambil mendekatkan wajahnya ke penisku.
Diciumnya penisku perlahan, karena wangi habis disabuni, dia sepertinya menikmati sekali. Lalu digesek-gesekkan ke pipinya, matanya, lehernya sambil matanya terpejam. Lama, dia melakukan itu. Punyaku berontak semakin tegang.
"Aaahh.. Masss.. punya Mas.. hangat.." desahnya.
"Ayooo doonnggg.. dihisaaap.." pintaku.

Dengan takut-takut kepala penisku dicium. Lalu batangnya balik lagi ke kepalanya. Lidahnya dengan ragu-ragu dikeluarkan. Mulai menjilat kepala penisku. Lidahnya yang agak kasar itu menggaruknya. "Aaahh.. yaaa.. begitu.. yaa.. yaaaa.. aduuuhh.. enaknya.. aaahh.." Aku mendesah nikmat. Lalu lidahnya mulai menelusuri batangnya hingga kantong pelirku. Kantong pelirku dihisapnya. "Aduuuhh.. enaknya.. aaahh.." desahku makin keras.

Lalu dengan menatapku, mulutnya terbuka sedikit dan mengemut kepala penisku. Hangat terasa penisku. Maju mundur maju mundur sambil tetap menatapku. Dan.. dia mulai menghisap. Bukan main, muridku ini cepat belajar. Jauh lebih pandai dari Titinku dulu. Kalau Titin dulu, hisapan pertama, penisku kena giginya. Tapi Sara..? Aku yakin sekali kalau dia baru pertama melakukannya. Kok bisa..?

Hisapannya makin lama makin cepat dan kuat. Kupegang kepalanya agar dia lebih dalam menghisap. Dan kulihat separuh penisku masuk. Bukan main, Titin dulu hanya sanggup menelan kepalanya saja.Penisku sepertinya sudah tak sanggup menahan sensasi luar biasa yang diterimanya. Karena selain dihisap, Sara juga memainkan lidahnya di kepala penisku. Rasanya berkedut-kedut. Makin lama makin cepat, makin cepat makin cepat dan.. "Aaahh.." aku menjerit keras. Lalu, "Crooott.. croottt.." spermaku muncrat ke mulutnya. "Aaahh.. aduuhhh.." aku terduduk lemas. Penisku pun melemas.

Kulihat sebagian spermaku mengalir keluar dari sela-sela bibirnya. Dia sepertinya sedang bingung merasakan rasa dari air maniku.
"Masss.. Airnya tertelan nggak pa-pa?"
"Nggak apa-apa Sar.. Ditelan malah enak kok.."
"Enaakk apa nggak?" tanyaku.
"Enak Mas.. seperti air santan kental agak asin."
"Itu proteinnya sama dengan 10 telor ayam kampung lho.."

Setelah agak mendingan kami mandi bersama lagi karena tadi keringetan. Sewaktu aku mengeringkan badannya dengan handuk, Sara memandangku agak lama. Susunya menegang keras, putingnya mulai menonjol lagi. Nafasnya sedikit memburu. Nah lho, mau apa lagi dia. Dia menarik tanganku keluar dari kamar mandi. Aku langsung didorong sampai terlentang di tempat tidur. Diraihnya penisku yang masih lembek. Diurut-urut, dipijat, sampai akhirnya mulai mengeras sendiri. "Hore.. kerasss lagiii.." teriak Sara kegirangan. Lalu tanpa ragu-ragu, diemut lagi penisku dengan ganas. Dihisap dengan keras. Karena aku takut spermaku keluar sia-sia, maka dengan cepat kutarik badannya ke atas tempat tidur. Kubanting agak keras, lalu kukangkangkan kakinya. Kucium bibir vaginanya, kujilat klitorisnya. Ternyata vaginanya sudah agak basah. Kujilat terus sambil kutekan lidahku ke klitorisnya. "Aaahh.. ssshh.. ssshh.. ayoo.. Masss.. cepeettt.. Masss.." Aku tak perduli, terus saja kujilati klitorisnya.

Tiba-tiba dia bangun, aku ditindihinya, dikangkanginya. Tangannya memegang penisku, lalu diarahkan ke vaginanya. Digerak-gerakkan agar pas dengan lubangnya, lalu perlahan-lahan pantatnya diturunkan. "Aaahh.. Masss.." saat kepala penisku mulai masuk. Dengan sangat perlahan dia menurunkan pantatnya, sampai penisku masuk seluruhnya. Seluruh batang penisku serasa diremas oleh lubang basah hangat. "Aaahh.. Sara.. sshhh.."

Lalu dia diam sebentar. Aku kaget ketika dia entah sengaja tidak menggerakkan urat-urat vaginanya. Seluruh batang penisku seperti dipijat. Diremas-remas oleh urat vaginanya yang cukup kuat. "Aaahh.. Sara.. kamu apaiiinn.. hhhggghh.." Dengan perlahan, sambil menggerak-gerakkan urat vaginanya, Sara mengangkat pantatnya. Gila rasanya. Penisku seperti ditarik. Sensasinya sampai ke ubun-ubun kepalaku. Seluruh badanku merinding tak sanggup menahan sensasi itu.Setelah kira-kira tinggal kepalanya saja yang terjepit, dengan perlahan pula diturunkan pantatnya. Ini juga, dia mengedut-ngedutkan urat vaginanya. Aku tak sanggup mengungkapkan dengan kata-kata apa yang sedang kurasakan.

Hebatnya, selama dia melakukan hal tersebut, matanya terus memandangiku.
"Gimana Masss.. enaaakkkk?" katanya.
"Aduuuhh.. sara.. Mas bisa matii.. keenakan.. niihhh.."
"Tolong dooonngg.. jangan siksa Mas seperti inii.." rintihku.
"Aaacchhh.. sshhh.. aaahhh.. ooohh.." sara mendesah-desah sambil berpikir ini pasti bakat alaminya. Karena dia baru sekali ini bersenggama. Keturunan? Tak tahu aku..

Mungkin karena kasihan padaku atau kenapa, lalu dia mempercepat gerakan naik turunnya. Makin lama makin cepat. Susunya yang bergoyang-goyang, segera kuremas dengan keras untuk mengimbangi rasa geli dan ngilu di penisku. "Aduuuhh.. saaakiitttt.. Maasss.. Jangan keras-keras doonngg.." erangnya. Siapa yang perduli, lha wong aku aja juga disiksa begini. Disiksa?

Tak lama rasanya pertahananku mau jebol. "Saaarrr.. akuuu.. maauuu.. nyaaammpeee." lalu "Croottt.. crooott.." pejuku muncrat ke vaginanya. Sedikit yang keluar, karena sudah duakali. Tapi karena Sara belum sampai dia terus saja naik turun di atas tubuhku. "Saarrr.. udaaahh.. Masss.. ngaakk taahaannn.." aku berteriak karena rasa geli dan ngilu yang tak tertahankan. Aku kelojotan. Wah, Ini tak bisa dibiarkan pikirku.

Lalu kucabut penisku dan kubalikkan tubuhnya, segera saja lidahku, menerjang dan menjelajah liang vaginanya. Kuhajar habis-habisan daging sebesar kedele itu dengan jilatanku yang ganas. "Aaahhh.. Masss.. aaahh.. ooohh.. yanngg keeraass.. Maasss.. yang.. cepaaat Masss.." sambil tangannya menekan kepalaku. "Rasanya kok aneh begini? Ini pasti dari pejuku." pikirku. Lidahku sampai pegal tapi dia kok belum sampai juga yah. Kupercepat dan kuperkeras semampuku. Tak lama kemudian...

Kakinya menjepit kepalaku, tangannya semakin keras menekan kepalaku, pantatnya dinaikkan.Dan... "Aaahhh.. Maasss.. akuuu.. nggaakk.. kuaaatt.." lalu, "Syurr..." Akhirnya keluar juga cairan kenikmatannya. Tak banyak. Aku hisap semua. "Aaahh.." aku tergeletak lemas di sebelahnya. Selesai sudah tugasku.

Malam itu aku dipaksa menginap di kamarnya. Sara seperti anak kecil yang menemukan mainan baru. Bukan main nafsunya seksnya. Kami main sampai kira-kira jam 2 malam. Semua posisi yang bisa kami lakukan, kami lakukan. Berdiri, jongkok, nungging, di karpet, di tempat tidur, di meja belajar. Dan sepertinya Sara tak pernah merasa puas, yang kuingat dia sampai 5 kali orgasme. Sedang aku sampai habis rasanya cadangan spermaku. Terkuras habis. Entah berapa kali aku orgasme. Aku merasa tak punya tulang lagi. Lemas sekali. Habis siapa yang sanggup menolak permintaan bidadari? Mungkin ini adalah sensasi yang terindah, selama hidupku.

Aku bangun pukul 8 pagi esok harinya, dan langsung pulang karena takut orang tuaku mencariku. Dan aku janji nanti sore akan kembali lagi.

Sejak saat itu, dengan alasan sudah mendekati ulangan umum, maka jamnya ditambah 1 jam menjadi 3 jam setiap pertemuan. Dan ruangan belajarnya pun pindah ke kamarnya. Setiap pertemuan, selalu kami isi dengan pertempuran dahsyat. Dan herannya kami tak pernah bosan dan tak pernah puas. Untuk mengimbangi Sara, aku harus banyak olahraga dan minum telor. Sara pun makin terlihat cantik.

Pernah suatu kali disaat kami sedang bertempur, adiknya mendadak masuk ke kamarnya. Dia menjerit lalu lari keluar. Aku dan Sara sama-sama kaget. Untungnya si Ketty takut sekali sama kakaknya sehingga tetap menjadi rahasia bertiga. Sehingga orang tuanya tidak mengetahui skandal kami.

Saat pembagian raport tiba, aku deg-degan sekali. Ternyata.. nilai Matematika, Fisika dan Kimianya adalah 8. Bahkan dia bisa masuk 10 besar. Orang tuanya sangat bangga padaku. Aku diberi uang banyak. Selanjutnya kami membuat perjanjian, untuk semester depan agar aku mengajar dia lagi. Selama kurang lebih 2 minggu aku tidak bertemu Sara karena orang tuanya mengajaknya liburan ke Bali. Walaupun aku sekarang tidak mengajar Sara, tapi aku sering mengunjunginya kalau orang tuanya sedang tidak berada di rumah.

Selanjutnya akan kuceritakan pengalamanku dengan adiknya Ketty yang masih berusia 12 tahun dan temannya Sara, Sari dan Rina.

Kira-kira tiga bulan kemudian, Pak Candra kembali mengunjungiku dan memintaku agar mengajar Sara kembali. Tentu saja aku menerimanya dengan antusias sekali. Sudah terbayang rutinitas dengan Sara akan terulang kembali.

Ternyata Sara bilang sama teman-temannya kalau dia bisa begitu karena belajar denganku. Akhirnya Sari dan Rina memintaku mengajarinya. Karena jadwalnya ketat, akhirnya kuputuskan Senin, Rabu, Jum'at aku mengajari Sari dan Rina. Karena rumah Rina lebih dekat dengan rumahku, maka aku minta Sari yang datang ke rumah Rina. Selasa, Kamis, Sabtu aku mengajar Sara. Sedangkan jamnya adalah sama, dari jam 4 sampai jam 6 sore. Permainanku dengan Sara tidak perlu kuceritakan disini. Karena ini jatahnya Ketty, Sari dan Rina.

Pertama, aku akan ceritakan tentang Ketty dulu. Ketty itu orangnya agak bongsor. Kalau dia sedang berpakaian biasa, bukan pakaian sekolah, orang pasti mengira dia sudah SMP atau SMA. Hanya sifatnya masih kekanak-kanakan. Maklum masih kelas 6 SD. Tingginya hampir sama dengan kakaknya. Begitu juga dengan body-nya. Bukit kembarnya kira-kira sudah sebesar kakaknya. Sebesar bola tennis. Hanya wajahnya agak bulat bila dibandingkan dengan kakaknya. Itu saja. Yang lain hampir mirip dengan kakaknya. Jadi bisa dibilang bidadari kecil.

Masih ingat ketika Ketty memergoki aku dan kakaknya sedang bertempur..? Rupanya dia tidak bisa melupakan hal tersebut. Dia sering bertanya ke kakaknya, apa yang dilakukan. Tentu saja kakaknya bingung menjawabnya. Akhirnya Sara menyerahkan kepadaku untuk menjawabnya. Dan Ketty memendam pertanyaan itu sampai dia punya waktu berdua denganku.

Setiap aku mengajar Sara dan bertemu Ketty, dia sering mencuri pandang ke arahku. Dan setiap aku memandangnya, dia membuang muka. Malu. Sampai di suatu waktu, saat aku akan mengajar Sara,ternyata Sara tidak ada di rumah. Yang ada hanya Ketty dan pembantu-pembantunya. Ibunya seperti biasa sedang ke Pakistan. Sedang ayahnya, tadi telepon dan bilang pulangnya malam, karena ada pertemuan dengan orang Belanda.

"Sara kemana Ket..?"
"Tadi pagi Ketty liat dia bawa ransel besar. Katanya dia mau Persami di Cibubur. Pulangnya Minggu sore."
"Lho dia kok enggak bilang sama Mas yaa..?"
"Yaa.., mana Ketty tahu Mas..!"
"Ya udah.., Mas pulang dulu yaaa..?"
"Eehhh, tunggu dulu Mas.., Ketty mau minta tolong nicchhh..?"
"Tolong apa..?" tanyaku.
"Ketty mau nonton, tapi kok gambarnya jelek banget."
"Ok deh.., mana videonya..?"
"Ada di kamar Ketty. Yuk ke kamar Ketty..!" katanya sambil menggandeng tanganku.

Ketty saat itu memakai daster rumah. Cukup tipis. Aku bisa lihat bayangan celana dalamnya. Saat dia menarik tanganku, aku sempat melirik ke dadanya. Dia tidak memakai kaos dalam atau BH. Karena aku bisa melihat segumpal daging putih dari lubang lengannya yang agak lebar. Walaupun dia masih anak-anak, tapi melihat itu aku merasa batang kemaluanku mengeras.

Sesampainya di kamar, aku kembali terkagum-kagum. Kamarnya sama persis sekali dengan kamar kakaknya. Ini baru kamar anak-anaknya, bagaimana dengan kamar orang tuanya..? Aku berkeliling melihat-lihat, masuk ke kamar mandinya. Lho.., sepertinya aku pernah lihat. Ternyata kamar mandinya bisa tembus ke kamar kakaknya. Jadi satu kamar mandi dipakai berdua. Pintunya terhalang sekat, jadi aku tidak tahu kalau ada pintu satu lagi.
"Mas kok muter-muter sih..? Khan kamar Ketty sama seperti kamarnya Kakak." katanya agak kesal.
"Ini lho videonya yang rusak..!" sambungnya.
Aku lalu jongkok di depan videonya. Dia ikut-ikutan jongkok di sampingku. Aku hidupkan, masukkan video, ternyata mau jalan. Tapi gambarnya jelek sekali, begitu juga suaranya. Aku lihat kabel gambarnya. Ooo.., kabelnya hampir putus dimakan tikus.
"Kett, ini lhoo kabelnya hampir putus dimakan tikus." kataku.
Mendengar kata tikus, ternyata dia kaget dan langsung memelukku. Aku yang tidak menyangka akan dipeluk begitu, jadi jatuh terguling. Secara refleks aku menangkap tubuhnya, sehingga dia jatuh di atasku. Terasa daging kenyal itu menyentuh dadaku. Dia bangkit dengan wajah merah padam.
"Maaf Mas.., enggak sengaja. Jadi di kamar Ketty ada tikusnya..?" dia bertanya.
"Ya.., mungkin aja. Ini buktinya, kabelnya dimakan tikus. Kamu beli aja racun tikus. Kamu ada kabel lain..?" tanyaku.
"Coba aku cari di gudang." katanya sambil berlalu keluar kamar.

Sementara aku menunggu dia mencari kabel, aku berpikir, "Mungkin enggak ya.. Ketty mengintip perbuatanku dengan kakaknya dari kamar mandi..?"
"Kalau iya terus kenapa..? Ah.., sebodo amat ah.. kok jadi aku yang pusing."
Lalu pandanganku melihat ke bawah rak TV, ada buku kecil. Aku ambil. Aku kaget lagi. ANY ARROW..! (bacaan stensilan tentang hubungan sex).
"Punya siapa ya..? Apa mungkin punya dia..? Dia kan masih kecil..?" batinku.

Tiba-tiba terdengar langkah kaki. Cepat-cepat kusembunyikan lagi buku itu.
"Ini ada Mas, tapi lebih panjang." katanya.
"Enggak apa-apa. Sini Mas coba..!" kataku.
"Kamu mau nonton film apa siihh..?" tanyaku sambil memasang kabel.
"Mickey mouse Mas. Kata temenku bagus." katanya sambil memperhatikanku memasangkan kabel.

Setelah itu aku coba. Nah.. gambar dan suaranya jadi bagus.
"Mas.., temenin nonton yaahhh..! Ketty enggak ada temen niihhh."
"Lho.., biasanya Kamu juga sendirian." balasku.
"Mas khan jadwalnya disini sampai jam 6 sore, kadang-kadang lebih. Sekarang masih jam 4 lewat 10 Mas." rajuknya.
"Iyaa deehhh..," aku mengalah.

Aku duduk di karpet bersandar ke tempat tidur. Ketty duduk di sebelahku. 10 menit berlalu. Tiba-tiba gambarnya berubah menjadi adegan sepasang manusia sedang berciuman.
"Kok gambarnya jadi begini..?" tanyaku.
"Enggak tau Mass..!" sahutnya sambil matanya terus melihat ke TV.
Adegan di TV semakin panas, kulirik dia. Wajahnya merah padam, nafasnya sudah semakin cepat, tetapi matanya tetap ke TV. Wajahnya jadi semakin cantik. Aku tidak tahan, maka kurangkul dia. Aku cium rambutnya, pipinya, lalu keningnya, hidungnya, matanya. Dia pasrah kucium begitu. Tanganku pun langsung meremas susunya. Sudah agak keras dan putingnya sudah terasa.

"Aaahhh.., Mass.., Ketty mauu Masss..!" rintihnya.
Aku sedikit kaget, "Ketty mau apa..?" tanyaku.
"Mau seperti Kakak Sara. Aaahhh, Maass.., sshshhs..!"
"Ketty sering mengintip Mas sama Kakak sedang maiiin..." sambungnya.
Deg..! Jantungku seperti berhenti. Gawat niihhh..!

Kulepaskan ciuman dan pelukkanku. Aku pandangi dia.
"Beneerr Ketty sering ngintip..?" tanyaku.
"Iyaa.., pertama waktu Ketty di kamar, Ketty dengar suara Kakak agak aneh, takut Kakak sakit, lalu Ketty masuk. Ternyata Mas sedang berantem sama Kakak telanjang bulat. Ketty lari." katanya terbata-bata.
"Ketty tanya sama Kakak, tapi Kakak enggak mau ngomong. Terus Ketty tanya sama temen. Kata temen, Kakakmu itu sedang ngentot." sambungnya.
"Terus setiap Kakak bersuara aneh begitu, Ketty ngintip dari kamar mandi. Ketty perhatiin kayaknya Kakak keenakan, bukannya kesakitan." sambungnya lagi.

Aku diam saja. Tiba-tiba, "Maaas.., Mas mau khan ngentot sama Ketty..?" tanyanya polos.
Terus terang saat itu aku bingung, akhirnya, "Ket, bukannya Mas enggak mau. Tapi Ketty khan masih kecil."
"Kakak juga..! Kakak baru 13 tahun jalan 14, aku kan 2 bulan lagi 12 tahun." balasnya sengit.
"Kalau Mas enggak percaya, lihat nich..!" sambungnya sambil membuka dasternya.
Maka terpampanglah dua bukit kembarnya yang baru tumbuh. Bentuknya bulat. Sangat indah dengan puting kecil berwarna coklat muda kemerahan. Pinggulnya sudah sama seperti kakaknya. "Oke.. Oke.., Mas mau. Tapi Ketty harus janji ya, jangan bilang sama Kakak..!" sahutku.
Siapa yang tidak mau ditawari perawan bidadari kecil yang lagi nafsu.
"Iyaa Mass.., Ketty janji..!"
"Eh.. pintunya dikunci dulu doonggg.., nanti kalau ada yang masuk gimana..?" kataku.
Dia pergi mengunci pintu.

Aku jadi teringat Titin. Dia juga dulu baru 12 tahun saat pertama kusetubuhi. Tetapi bentuk badannya jauh lebih bagus badannya Titin. Lebih putih dan lebih terawat.
"Aku harus super hati-hati memperlakukan Dia..!" pikirku.
Harus tahap demi tahap.

Dia datang mendekatiku. Langsung kupeluk dia, aku pandangi mukanya, aku tatap matanya. Ada kesan pasrah dimatanya. Aku cium matanya, dia terpejam. Aku cium pipinya, keningnya, kukecup hidung, lalu makin mendekati mulutnya. Bibirnya pasrah menerima bibirku tanpa perlawanan. Aku selusupkan lidahku disela-sela giginya. Mulutnya sedikit membuka. Lidahku mulai menari-nari di lidahnya. Mulut dan ludahnya manis. Dia mulai menghisap lidahku. Lalu lidahnyapun mulai bergerak-gerak. Mulai melawan lidahku. Tangan kiriku masih mengelus2 punggungnya, tangan kananku dilehernya. Suasana hening, hanya desah napas kami yang terdengar. Kulepas ciumanku, kutatap matanya. Matanya sayu, nafasnya naik sudah agak memburu. Lalu tiba-tiba dia mencium bibirku dengan ganas. Pindah kemataku, lalu pipiku. Wajahku basah oleh ludahnya. Ciumanku kuturunkan ke lehernya. Dia menengadahkan kepalanya. Tangan kananku pun mulai meraba susunya. Kuusap-usap perlahan sampai puting kecilnya menonjol keras. Bergantian kiri dan kanan.
"Aaahhh.., Maasss.., eennnaaakkk.. Maasss..! Aaahhh..!" dia mulai mengeluarkan suara desahan.

Lalu kugendong dia, kurebahkan ke tempat tidur. Kupandangi lagi tubuhnya. Seakan tidak percaya kalau bidadari kecil ini rela menyerahkan tubuhnya. Kupandangi susunya, betul-betul sempurna bentuknya, dengan putting kecil kemerahan yang menonjol di bukit putih mulus dengan guratan tipis urat-urat susunya. Payudara gadis mungil kecil yang belum tersentuh oleh jamahan lelaki manapun. Kucium bukitnya, dari lembah sampai mendekati puncaknya. Tanganku meremas yang satunya. Begitu berulang-ulang. Aaahh wanginya. Wangi khas perawan muda.
"Aahhh.., Masss..! Aaddduuuhhh..! Shshshsh..!" tubuhnya menggeliat sambil dadanya disorongkan ke atas, kedua tangannya menekan kepalaku ke dadanya.

Tanganku yang satu mulai menelusuri betisnya, naik secara perlahan-lahan ke arah pangkal pahanya. Bergantian kiri dan kanan. Terkadang kuremas perlahan pantatnya. Setiap kuremas, pantatnya terangkat ke atas. Lalu tanganku mulai mengelus-ngelus bibir kemaluannya dari luar CD cream-nya. Terasa lembab sekali. Pahanya mulai membuka lebar, seakan meminta tanganku untuk berbuat lebih jauh. Kuselusupkan tanganku ke dalam CD-nya. Kuselusuri garis lubang kewanitaannya dengan jari tengahku. Naik-turun, naik-turun. Lalu jariku kuselipkan ke celah hangatnya. Basah. Kuputar perlahan-lahan, sambil kucari-cari kedele-nya. Pantatnya bergerak seirama tanganku. Naik turun, ke kiri ke kanan.
"Adduuuhhh.. Massss..! Eenaakkk Maasss..! Aaahhh..!" desahnya terus-menerus.

Lalu aku berdiri, kupandangi matanya sambil tanganku mulai menurunkan celana dalamnya. Tidak ada tanda penolakan dimatanya. Dia malah mengangkat pantatnya mempermudahku melepaskannya.Sekarang di hadapanku ada seorang bidadari kecil, putih, telanjang bulat menanti sentuhan selanjutnya. Sekitar bibir kemaluannya masih belum ditumbuhi bulu. Masih polos. Karena pahanya membuka, tampaklah isinya yang merah muda, basah dan berkilat.

Karena batang kejantananku yang tegang sejak tadi sakit terjepit, maka kubuka juga seluruh pakaianku. Dia hanya memandangiku sayu tanpa ekspresi. Kucium lembah payudaranya, turun sedikit demi sedikit. Terus sampai ke perutnya. Tanganku terus mengelus paha belakangnya sampai pantatnya. Kugelitik pusarnya dengan lidahku.
"Maaasss.., shshh.. ennaaakk.., geellliii Maaasss..!"
Tanganku berpindah ke liang keperawanannya sambil terus kuciumi perut dan dadanya bergantian.Kucari, dan setelah ketemu, gosok-gosok perlahan kedele-nya. Kucubit-cubit, kupelintir sampai pantatnya bergoyang tidak karuan.
"Mas.., Mass.., diapain memekku Masss..? Aaadduuuhhh..!"

Karena sepertinya dia sudah tidak tahan, kuhadapkan wajahku ke liang senggamanya. Kucium bibir kemaluannya. Aaahhh.., segaarr. Kuciumi berulang. Lalu dengan kedua tanganku, kubuka vaginanya, basah, licin berkilat-kilat. Kujilat kedele-nya perlahan. Makin lama makin cepat dan makin kutekan. Pantatnya naik turun dengan cepat. Tangannya menjambak-jambak rambutku. Kupegangi pantatnya dengan kedua tanganku, agar tidak menabrak-nabrak hidung dan mulutku. Gerakannya semakin liar. Makin liar terus.
"Aaahhh.., aaahhh.., ssshhh.., shhh..!" hanya itu saja kata-katanya dari tadi.

Tiba-tiba kepalaku ditekan keras-keras, pahanya menjepit kepalaku, pantatnya diangkat setinggi-tingginya. Dan, "Maasss.., Maaasss.., uuuddaaahhh.., Maaasss..!"
"Syuurrr.., ssyuuurrr.., syuurrr...," cairan hangat membanjiri mulutku.
Kujilat sambil kuhisap cairan itu. Rasanya lebih manis dari punya kakaknya. Walaupun lebih encer. Kujilati sampai bersih.

Aku pun tiduran di sebelahnya. Kurangkul dia. Kudekap kepalanya di dadaku, sambil kuelus-elus dan kucium rambutnya. batang kejantananku yang masih keras menyentuh pahanya.
"Gimana Ket.., puass..?" tanyaku.
"Enak sekali Mas. Ketty puasss Maasss..!" jawabnya.
Nafasnya masih sedikit memburu.
"Mas.., kalau sama Kakak kok kontol Mas dimasukin ke memeknya siihhh..?" tanyanya setelah sensasinya mereda.
"Ini anak kalo ngomong kok engak pake tedeng aling-aling lagi." pikirku, "To the point."
"Ketty mau..?" pancingku.
"Eengg.., sakit nggak Mas..? Kontol Mas khan gede..," katanya sambil tangannya memegang batang kemaluanku.
"Yaa.., pelan-pelan dong..!" kataku.
"Untuk pertama kali emang sakit dan perih, tapi itu sebentar. Seterusnya udah enggak sakit. Kakakmu aja sampai ketagihan." sambungku.

Dia diam saja, tetapi tangannya terus saja memegang batang kemaluanku. Kadang diusap, kadang diremas, kadang diurut. Senjataku semakin keras. Kepalanya senut-senut.
"Aaahhh.., sshhh..!" desahku.
"Kenapa Mas..? Sakiitt..?" tangannya tetap mengurut-urut.
Aku tidak menyahut, tetap mendesah. Lalu dia bangun, aku ditelentangkan, dipandanginya senjata kemaluanku yang tegang. Wajahnya dekat sekali dengan batang kejantananku. Sampai desah nafasnya terasa di alat vitalku.
"Bentuknya lucu Mass..!" katanya sambil terus memandangi.
"Ketty pernah lihat Kakak mengedot punya Mas. Rasanya gimana Mass..? Apa enggak jijik ya..?"
"Yaa.., enggak jijik dong. Khan bersih. Rasanya enak sekali..!"
"Ketty boleh coba enggak Mas..?"
"Coba aja. Nanti juga Ketty ketagihan."
"Kalau yang coklat-coklat ini juga enak..?" tanyanya sambil mengelus-elus kedua kantung kemaluanku.
"Pokoknya yang ada disitu semuanya enak. Mangkanya, dicoba dulu..!" pancingku.

Lalu dengan ragu-ragu, dia menjilat kepala kemaluanku. Diam sebentar. Lalu dijilat lagi. Diam lagi. Lalu batangnya dia jilat. Diam lagi. Lalu kedua kantung kemaluanku. Diam lagi. Tidak lama kurasakan lidahnya sudah menelusuri kepala penisku sampai batangnya. Tidak begitu enak. Mungkin masih adaptasi dulu pikirku.
"Kett.., seperti makan es krim. Bibirnya juga ditempelin, sambil ditekan sedikit..!" kataku.
Ketty mengerti dan melanjutkan perbuatannya.

Dia bukannya menempelkan bibirnya, tetapi malah memasukkan kepala kemaluanku ke mulutnya. Kena giginya.
"Aduuuhh.., sakiiittt..! Jangan kena gigi doong..!"
"Naaahhh.., gituu.., agak dihisap. Ya, yaa.., gituu..!" kataku mengajarkannya.
"Aaahhh.., sshhshhh..," ketika dia mulai menghisap.
"Enaakk Kett..?" kubertanya.
"Enak seperti lolipop, tapi yang ini gede, sama anget." sahutnya sambil memandangi senjataku.
"Ayoo.. lagi doonggg..!" pintaku.
"Masss, dimasukin yuuukk..! Ketty mau ngerasain seperti apa rasanya, tapi pelan-pelan ya Mass..!" katanya sambil dia tiduran telentang.

Tanpa pikir dua kali, aku bangkit. Kukangkangkan pahanya. Tetapi karena liang keperawanannya sudah agak kering, maka kujilat-jilat lagi supaya basah dan memancing gairah nafsunya supaya bangkit kembali. Langsung kujilat kedele-nya.
"Aaahhh.., Maaasss.., ennaaakkk Maasss..!" desahnya.
Terus kujilati sampai vaginanya benar-benar basah dan nafsunya memuncak kembali. Supaya cepat, kupelintir-pelintir klit-nya dengan lidahku. Dia semakin menggelinjang.
"Ahh.., aah... ahh.., sshshhs... Ayoo Mass..! Ayooo..!"

Setelah aku yakin dia sudah sangat terangsang dan kemaluannya sudah basah, aku hentikan jilatanku. Kubuka lebar-lebar pahanya, kuarahkan batang keperkasaanku kesana.
"Rileks aja Ket.., jangan tegang. Kalau tegang, nanti sakit. Yaa.., yaa, santai gitu. Naahhh, begitu..!" saat kurasakan ada sedikit rasa takut pada dirinya.
Kutekan perlahan sekali agar dia tidak kesakitan. Terlihat kepala kejantananku berkilat karena ludahnya. Kutekan perlahan, tetapi dengan tenaga mantap. Kepalanya sudah masuk, dia meringis, menggigit bibir bawahnya. Aku tahan sebentar. Kudiamkan. Setelah agak tenang, kutarik sedikit, lalu kutekan lagi dengan perlahan. Masuk lebih dalam. Sepertiganya mungkin. Wahhh.., sempit sekali. Penisku seperti dijepit tang.
"Santai aja Ket.., jangan tegang, nanti malah sakitnya nambah.." kataku saat kurasakan bibir liang senggamanya dengan keras menggigit.

Setelah kurasakan agak mengendur, kutarik sedikit, lalu kudorong perlahan sekali. Nahh.., sudah setengahnya. Supaya agak lancar, kuturun-naikkan secara perlahan. Kupandangi wajahnya, kutatap matanya. Dia menikmati. Aku yakin ini belum menembus selaput daranya.
"Sakit Kett..?"
"Sedikit."
Kugoyang terus sambil kutekan perlahan-lahan. Sudah setengahnya lebih. Nah.., kepala batang keperkasaanku sudah menyentuh selaput tipis.
"Kett.., tahan sedikit ya..? Ini agak sakit sedikit. Tapi jangan tegang. Nanti sakitnya nambah..!"
Dia hanya menganggukkan kepalanya.

Kusiapkan tenaga, lalu kutekan dengan keras, "Blesss.., preettt..!"
"Aaahhh Masss.., sakkiiittt.. Maasss. Perriihhh..!" katanya sambil berusaha mendorong tubuhku.
Langsung kupeluk dia. Kuciumi wajahnya, dan kucium bibirnya. Dia membalasnya. Aku lepaskan ciumanku dan kubisikkan kata.
"Sakitnya sebentar khaann.., coba rileks, santai..! Supaya sakitnya cepet ilang..!"
Seluruh batang kemaluanku serasa ditekan dari semua arah. Sempit sekali. Kukedutkan penisku.
"Aaahhh Masss..! Jangannn.., masih sakit Mass..!"
Kudiamkan lagi beberapa saat.

Setelah aku yakin sakitnya sudah mereda, kutarik perlahan sekali. Sampai tinggal kepala batang kejantananku saja yang tertinggal. Lalu kutekan lagi dengan sangat kuat dan dengan mantap. Aku pun meringis karena lubangnya sangat sempit. Lebih sempit dari punya Titin dulu. Apa punyaku yang makin besar. Kulihat dia pun masih meringis-ringis sambil memejamkan matanya. Kulihat air matanya meleleh di pipinya. Kuulangi beberapa kali. Setelah dia tidak meringis lagi, kupercepat gerakanku. Kupertahankan iramanya sampai terasa licin. Licin tetapi menjepit.

Setelah licin, kupercepat gerakanku. Dia sudah bisa menikmatinya. Berarti rasa sakitnya telah hilang. Kupercepat terus iramaku. Dia mendesah-desah tidak karuan karena sensasi nikmat yang baru pertama kali dirasakannya. Kepalanya bergoyang ke kiri dan ke kanan. Tangannya meremas sprei tempat tidur.
"Mass.., ooohhh Masss, ennnaaakkk Maasss..! Ooohhh..!"
Kakinya kuangkat, lalu kuletakkan di pundakku. Nah, dengan posisi ini batang keperkasaanku bisa menyentuh ke rahimnya.

Lima menit kemudian, aku hampir tidak tahan.
"Mass.., aaaddduuuhhh Maaasss.., aaahhh.., aaahhh..," desahannya saat kurasakan kedutan-kedutan dari liang senggamanya.
"Udah mau nyampe nih Dia.." pikirku.
Lalu dia menjepit leherku dengan kedua kakinya. Pantatnya dinaikkan, sehingga batang kejantananku amblas masuk semua, pantatnya digoyang-goyangkan.
Lalu, "Syuurr.., syuuurrr..," cairan hangat mengguyur kepala kemaluanku.
Aku yang sudah di ujung jalan, mempercepat sodokkanku, karena jalannya jadi becek.
"Mass.., udahhh Masss. Aaaddduuuhhh.., toolllooonnngg.., Maasss..!"
Akhirnya sampai juga aku. Kutekan keras-keras batang kejantananku ke liang kenikmatannya, kutarik pantatnya dan, "Croot.., croot.., croot..!"
Tiga atau empat kali batang kejantananku memuntahkan cairannya di liang keperawanannya.

Aku langsung lemas. Dan kucabut senjatanku dari luabang surgawinya. Terlihat lendir putih bercampur darah segar mengalir melalui liang kemaluannya. Kupeluk dia, kucium pipinya.
"Kett.., Kamu hebat sekali Kett..! Punyamu lebih enak dari punya Kakakmu."
"Aaahh.., Masss..!" sahutnya.
Dia lalu tertidur lemas. Kulirik jam dinding. Jam 6 lewat 5 sore. Berarti kira-kira satu setengah jam aku memerawanin dia. Pantas saja aku juga lemas. Kupeluk dia, lalu aku pun tertidur.

Jam 7 kurang 10 aku terbangun. Aku berpakaian, lalu kubangunkan dia. Aku pamit. Dia pun bangun lalu ke kamar mandi. Itulah kisah pertamaku dengan Ketty. Sejak saat itu kami sering berhubungan. Biasanya dia suka mengintip permainanku dan Sara. Lalu dengan alasan aku ke kamar mandi, aku ke kamarnya. Disana dia sudah siap. Berbugil ria di bawah selimut. Dia minta jatah. Nafsunya sama besar dengan kakaknya. Dan daya tahannya luar biasa. Kalau aku tidak meladeni, dia mengancam akan memberitahukan skandal ini ke ayahnya. Mau tidak mau aku menurutinya. Tetapi siapa yang bisa menolak..? Ini terjadi berulangkali dan ini tetap menjadi rahasia kami berdua.

Tetapi pada suatu waktu, saat aku sedang menggumuli Ketty, kakaknya masuk ke kamar mandi. Dia tidak menjumpaiku disana. Dan mendengar suara mendesah dari kamar adiknya. Dia marah besar kepadaku dan adiknya. Aku diusirnya. Dia tidak rela membagi senjataku dengan adiknya. Dan diaakhirnya memilih bimbingan belajar resmi, yang menyelenggarakan les privat.

Kabar terakhir yang kudapat dari adiknya, dia sering main dengan guru bimbingan belajarnya. Selain itu dia juga sering main dengan kawan sekolahnya. Sedang adiknya Ketty, sekarang jadi lebih sering main denganku. Tetapi selama kakaknya tidak di rumah. Karena kakaknya sama sekali tidak mengizinkan dia melampiaskan nafsunya.

Demikian kisahku dengan kakak beradik Siti Maesaroh dan Siti Khodijah. Part 4.SARI DAN RINA

Seperti telah kuceritakan di bagian sebelumnya, Senin, Rabu dan Jumat adalah jadwalku mengajar Sari dan Rina. Karena rumah Rina lebih dekat, maka Sari yang datang ke rumah Rina. Ibu Rina adalah orang Menado. Bapaknya orang Batak. Kedua orang tuanya berada di Surabaya. Dia disini tinggal berdua saja dengan kakak perempuan tertuanya yang kerja di Bank. Mengontrak rumah mungil di daerah Cipete. Sedang kedua orang tua Sari adalah asli orang Tasik. Keduanya cantik. Tinggi tubuhnya hampir sama. Rina orangnya putih, agak gemuk dan sedikit banyak omong. Sedang Sari hitam manis, cenderung pendiam dan agak kurus.

Singkat cerita, setelah beberapa kali mengajar, aku tahu bahwa memang si Rina kurang bisa konsentrasi. Konsentrasinya selalu pecah. Ada saja alasannya. Berbeda dengan Sari. Bahkan kadang-kadang matanya menggoda nakal memandangku. Mungkin kalau tidak ada Sari, sudah kuterkam dia. Pakaiannya pun kadang-kadang mengundang nafsuku. Celananya pendek sekali dengan kaos oblong tanpa BH. Berbeda sekali dengan Sari. Sari memang pendiam. Kalau tidak ditanya, dia diam saja. Jadi kalau tidak tahu, dia malu bertanya. Tetapi dari pengalamanku, aku tahu kalau Sari ini mempunyai nafsu yang besar yang terpendam.

Suatu saat aku datang mengajar ke rumah Rina. Seperti biasa kalau jam belajar, pintu depannya tidak dikunci, jadi aku bisa langsung masuk. Kok sepi..? Pada kemana..? Aku kebingungan, lihat sana dan sini mencari orang di rumah itu. Aku langsung ke dapur, tidak ada siapa-siapa. Aku memang biasa dan sudah diizinkan berkeliling rumahnya. Mau masuk kamarnya, aku takut karena belum pernah. Lalu aku duduk di ruang tamu, sambil buka-buka buku mempersiapkan pelajaran.

Samar-samar aku mendengar suara mendesah-desah. Aku jadi tidak konsentrasi. Kucari arah suara itu. Ternyata dari kamarnya Rina. Kutempelkan telingaku ke pintu. Setelah yakin itu suara Rina, kucoba memutar pegangan pintunya, ternyata tidak dikunci. Kubuka sedikit dan kuintip. Ternyata dia sedang masturbasi di tempat tidurnya. Tangan kirinya meremas-remas susunya, tangan kanannya masuk ke dalam roknya. Wajah dan suara desahannya membuatku terangsang. Aku masuk pelan-pelan, dia kaget sekali melihatku. Tangannya langsung menarik kaosnya menutupi susunya. Wajahnya merah padam karena malu.

"Ehh.. ee.. Masss.. suss.., ssuuddaaahh laammaaa..?" tanyanya terbata-bata.
Karena aku sudah terangsang dan sudah yakin sekali kalau dia pun mau, langsung kulumat bibirnya. Mulanya dia kaget, tetapi tidak lama dia pun balik membalas ciumanku dengan ganasnya. Tanganku pun langsung masuk ke dalam kaosnya, mencari bukit kembarnya. Kuraba-raba, kuremas-remas kedua bukitnya bergantian. Tidak sekenyal dan sekeras punyanya Sara atau Ketty.
"Aaahhh.., Masss.., mmm.., aaahhh..!" desahnya.

Karena cukup mengganggu, kuangkat lepas kaosnya. Terpampanglah kedua bukit kembarnya. Putih bersih dengan puttingnya merah muda yang menonjol indah. Kurebahkan dia, kuciumi kedua bukit kembarnya bergantian.
"Ahhh.., Mass..! Teruuuss Masss..! Aahhh.., ooohhh... Hissaaappp.., Masss..!"
Langsung kukulum-kulum dan kuhisap-hisap puting susu kanannya, sedang yang kiri kuremas-remas.
"Aaahhh.., ooohhh.., Mass eenaaakkkk.., Mass yang keeraasss..!"

Tangannya sekarang tidak mau diam, mulai memegang batang kejantananku yang sudah tegang dari luar celanaku. Tanganku pun mulai masuk ke dalam roknya. Astaga. Dia tidak memakai celana dalam. Kucari-cari kaitan roknya, resletingnya, lalu kuplorotkan roknya. Terpampanglah tubuh indah putih di hadapanku. Kucium perutnya, naik lagi ke susunya begitu berulang-ulang. Kepalanya bergolek ke kiri dan ke kanan.
"Auwww.., Maasss..! Aaaddduuuhhh.., ooohhh..!" dia menikmati sensasi yang kuberikan.

Kira-kira tiga menit, tiba-tiba dia bangkit. Melepas kaosku, menurunkan celana serta celana dalamku sekalian. Aku didorongnya. Batang kejantananku yang sudah menegang langsung berdiri di hadapannya.
"Kamu nakal yaa.., berdiri tanpa izin..!" katanya kepada kemaluanku.
Langsung dikocok-kocok, diurut, dipijat oleh tangannya.
"Aaahhh... Riiinnn.. Dari tadi keekk..!" kataku protes.
Lalu dia mulai mengulum senjataku. Lalu kakinya memutar mengangkangi wajahku. Aku tahu maksudnya. Sekarang, ada bibir kemaluan indah di hadapanku. Langsung kulahap. Kujilati seluruh permukaan liang keperawanannya.
"Sudah basah sekali ini orang..!" pikirku.
Setiap aku menyentuh kelentitnya, dia berhenti menyedot batang keperkasaanku.

Lalu dia melepaskan penisku, berdiri, lalu jongkok tepat di atas alat vitalku.
"Bukan main..! Masih kelas 2 SMP kok sudah begini hebat permainannya..!" batinku, "Umurnya paling-paling sebaya Sara, 13 tahunan."
Dia pegang senjataku, dipaskan ke lubangnya, lalu dengan sangat perlahan dia berjongkok.
"Aaahhh..!" desisku saat kepala kemaluanku ditelan liang kenikmatannya.
Masih sempit. Sangat perlahan dia menurunkan pantatnya. Penetrasi ini sungguh indah. Matanya terpejam, tangannya menekan dadaku. Dia menikmati sekali setiap gesekan demi gesekan.
"Aaahhh.., ssshhhssshhh..!" desahnya.

Setelah seluruh batang kemaluanku masuk, terasa olehku kepala kejantananku menyentuh rahimnya. Didiamkan sebentar sambil dikedut-kedutkan urat kemaluannya.
"Aaahhh.., Riiinnn... eeennnaaakkk sseeekkkaallliii..!"
Lalu perlahan-lahan dia mulai menaik-turunkan pantatnya. Susunya bergoyang-goyang indah. Kuremas-remas keduanya.
"Aa.., ah.., ahh.., ooohhh.., sshshshsh.., shhh..!"
Lama-lama semakin cepat. Tidak lama kemudian dia menjepitkan kakinya ke pantatku sambil tangannya meremas dadaku dan menekan pantatnya agar masuk lebih dalam.

"Massss.., aakkkuuu.. uuuddddaaahhh... aaahhh..!" desahnya tidak menentu.
"Syurrrr... ssyyuurrr..." cairan hangat menyelimuti kepala batang kejantananku.
Dia rebah ke atas tubuhku. Aku yang belum sampai, langsung membalikkan badannya. Langsung kegenjot dia secepat mungkin. Karena liang senggamanya sudah basah, maka daya cengkramnya menurun. Sehingga aku harus lama memompanya.
"Maasss.., uuuddaaahhh..! Aaakkkuuu eenggaaakkk taahhhaannn..!Adduuuhhh.. Mmass..! Geeellii..!" teriaknya.
Dia berkelojotan, susunya bergoyang-goyang. Kuremas-remas keduanya dengan kedua tanganku. Aku tidak peduli, terus saja kugenjot.

Sampai akhirnya, "Aaahhh.., Rriiinnn.. Maasss... ssaammmpeee... aaahhh..!" desahku yang diikuti dengan, "Croottt.., croottt.., croottt..," empat kelompok cairan spermaku memuncrat di liang senggamanya.
Aku langsung ambruk ke dadanya. Setelah reda nafasku, kupeluk dia sambil berguling ke sebelahnya. Kucium keningnya. Kudekap dia lebih rapat. Batang keperkasaanku masih tertancap di liang kenikmatannya.
"Terima kasih ya Riinnn..!"
"Sama-sama Maasss..!"
"Riinnn.., maaf ya..? Mas mau tanya.., Tapi Rina jangan marah yaaa..?"
"Rina tau apa yang Mas mau tanya. Memang Rina udah sering beginian sama pacar Rina. Tapi sudah 2 bulan ini putus, jadi Rina sering masturbasi seperti yang Mas liat tadi." jawabnya enteng sekali.
"Oooo.."
"Mas adalah orang kedua yang meniduri Rina setelah pacar Rina."

"Mass.., Rina khan belajarnya sama Sara. Sara banyak cerita ke Rina tentang hubungan Sara sama Mas... Kata Sara, Mas hebat.., Rina jadi kepengiiiinn banget hubungan sama Mas..!"
"Kapan Rina pertama kali hubungan dengan pacar Rina..?"
"Udah lama Mas.., kira-kira waktu Rina kelas satu dulu. Rina kecolongan Mass.., tapi setelah tau enaknya, Rina jadi ketagihan."
"Ooo."
"Si Sari kok enggak dateng..?"
"Tadi siang Aku bilang ke Dia, hari ini enggak belajar, karena Aku pengiinn banget ngentot sama Maass.. Habis.. gatel sssiiiihh..!" katanya sambil mengedut-ngedutkan liang kewanitaannya.

Penisku serasa dipijat-pijat. Kucabut, lalu keluarlah cairan kental putih dari liang senggamanya. Lubang kenikmatannya kubersihkan dengan kaosnya, lalu batang kejantananku pun kulap.
"Sekarang mau belajar..?" tanyaku.
"Kayaknya enggak deh Mas. Kasian khan Sari ketinggalan."
"Ok deh. Mas sebetulnya juga ada perlu di rumah. Mau bantuin bapak betulin mobil orang. Besok mau diambil."
"Iya deh Mass.. Terima kasih ya..!"

Lalu kucium pipinya. Aku bangkit ke kamar mandi dengan telanjang bulat sambil menenteng pakaianku. Kamar mandinya ada di ruang tengah."Massss..." panggilnya saat aku akan keluar kamarnya."Apa..?""Besok lagi. Datangnya jam tigaan aja Mass. Si Sari datangnya paling jam 4 kurang, jadi kita bisa puas-puasin dulu..!"
"Iyaaa deeehhh.., tenang aja." kataku sambil keluar kamar.

Begitulah setiap sebelum mengajar, aku menggarap Rina sepuasku. Begitu pula dengan Rina. Dia nafsunya sangat besar. Tetapi kemaluannya tidak begitu menjepit. Sebenarnya itu bukanlah masalah buatku. Sejak aku tidak bisa berhubungan dengan Sara lagi, aku cukup puas berhubungan dengan Ketty dan Rina.

Suatu saat, ketika melihat perubahan atas sikap Sari kepadaku. Dia sering mencuri pandang ke arahku. Aku tidak tahu sebabnya, tetapi setelah selesai belajar, saat kujalan bersama dengan Sari, Sari bercerita kepadaku.
"Mas.. Sari tahu lhooo.. Hubungan Rina sama Mas..."
"Lho.., Sari tahu dari mana..? Apa Rina cerita..?" tanyaku kaget.
"Enggak. Waktu Sari datang lebih awal, kira-kira jam tiga seperempat, Sari masuk rumah Rina, Sari denger Rina teriak-teriak di kamar, kupikir Rina khan udah putus sama pacarnya..? Lalu Rina sama siapa..? Terus Sari intip. Eeehhh enggak taunya sama Mas Pri..!"
"Terus..?"
"Terus.., ya Sari keluar aja, takut ketahuan. Terus Sari nongkrong di tukang bakso depan. Kira-kira jam empat kurang, Sari masuk lagi."
"Terus..?"
"Yaa.., udah gitu aja..!"

Hening sesaat waktu itu, kami sibuk dengan pikiran kami masing-masing.
"Sari pernah enggak yaa..?" batinku.
"Tanya, enggak, tanya, enggak. Kalo kutanya, Dia marah enggak ya.. Ah bodo, yang penting tanya dulu aja..."
"Eng.., Sari pernah enggak..?"
"Pernah apa Mas..?"
"Ya.., seperti Sara atau Rina..?"
"Belummm Mmassss..!" jawabnya malu-malu dan wajahnya merah padam.
Ternyata dia tidkak marah. Benar dugaanku, nafsunya besar juga.
"Sari mau..?"
Dia diam saja sambil menunduk. Pasti mau lah.
"Sari udah punya pacar..?"
"Beluumm Mass.., abis dilarang sama Bapak Ibu."
"Yaa.., jangan sampe ketahuan doonng..!"

Lalu kami berpisah. Karena Sari harus naik bis ke Blok A. Sedangkan aku naik bis arah Pondok Labu. Di bis aku berpikir, gimana caranya mendapatkan Sari.
"Aku harus memanfaatkan Rina..!" pikirku.

Besoknya sebelum belajar bersama, saat aku bercumbu dengan Rina, kubilang ke Rina kalau Sari sudah tahu hubungan kita. Aku minta bantuannya untuk memancing nafsu si Sari. Tadinya aku pikir Rina akan menolak, ternyata jalan pikiran Rina sudah sangat moderat. Dia menyanggupinya. Karena Sari sudah tahu, untuk apa ditutup-tutupi katanya.

Ketika sedang belajar bersama, aku coba pancing nafsu Sari dengan cara kududuk di sebelah Rina. Aku rangkul Rina, kucium pipinya, bibirnya dan kuraba dadanya. Rina saat itu memakai kaos tanpa BH. Rina membalasnya. Lalu kudorong dia agar tiduran di karpet. Kami saling bergumul. Melihat hal itu, Sari kaget juga. Dia menutupi wajahnya. Karena selama ini kami berhubungan diam-diam. Tidak pernah secara terang-terangan. Kali itu kami berbuat seolah-olah tidak ada orang lain selain kami berdua, untuk memancing nafsu Sari.

Perbuatan kami semakin memanas. Karena Rina sudah telanjang dada. Lalu Rina menurunkan celana pendeknya. Dia langsung bugil karena tidak memakai celana dalam. Aku pun tidak tinggal diam, kulepas semua pakaianku. Kugeluti dia. Lalu kami mengambil posisi 69. Rina di atas. Kami saling menghisap.
"Aaahhh.., Mmasss.., sshshshs... Masss.. enaaakkk Mass.., ooohh..!" desah Rina dibesar-besarkan.
"Ohhh.. Riiinnn... hisap yang kuaattt Riinnnn..!" desahku juga.
Kulihat Sari sudah tidak menutupi wajahnya lagi.

Kira-kira lima menit saling menghisap, Rina berdiri memegang batang kemaluanku dan mengarahkan ke liang senggamanya yang sudah tidak perawan lagi. Menurunkan pantatnya dengan perlahan.
"Bless..!" langsung masuk seluruhnya.
"Aaahhhh... Maasss.., aaahhh.., ssshhh.., aaahhh..!" desahnya.
Lalu dengan perlahan dinaik-turunkan pantatnya. Pertama-tama perlahan. Makin lama semakin cepat.
"Aahh.. ooohhh.., sh.. sh.. ooohhh... Iiihhh..!" erangnya.

Kulirik Sari, dia memandangi ekspresi Rina. Sepertinya dia sudah terangsang berat. Karena wajahnya merah padam, nafasnya memburu. Tangannya memegang dadanya. Gerakan Rina semakin tidak terkendali. Pantatnya berputar-putar sambil naik turun. Kira-kira 10 menit, aku rasakan liang kewanitaan Rina sudah berkedut-kedut. Dia mau sampai klimakasnya. Dan akhirnya pantatnya menghujam batang keperkasaanku dalam sekali.
"Aaahhh.. Masss... Akuuu... sammmpppeee.. Maasss..!"
"Syuuurr... syurrr.." kehangatan menyelimuti kepala senjataku.

Dia langsung terguling ke sebelahku. Senjataku tercabut dari liang kenikmatannya dan berhamburanlah cairan dari liang senggamanya ke karpet. Aku memang tidak begitu menghayati permainan ini, karena pikiranku selalu ke Sari. Jadi pertahananku masih kuat. Aku bangkit dengan telanjang bulat. Kuhampiri Sari. Sari kaget karena aku menghampirinya masih dengan bertelanjang bulat. Langsung kupeluk dia. Kuciumi seluruh wajahnya. Tidak ada penolakan darinya, tetapi juga tidak ada reaksi apa-apa. Benar-benar masih polos.

Lama-lama tangannya mulai memelukku. Dia mulai menikmatinya. Membalas ciumanku, walau lidahnya belum bereaksi. Kuusahan semesra mungkin aku mencumbunya. Dan akhirnya mulutnya membuka sedikit berbarengan dengan desahannya.
"Aaahhh.. Maasss..!" nafasnya mulai memburu.
Kumasukkan lidahku ke mulutnya. Kubelit lidahnya perlahan-lahan. Dia pun membalasnya. Tanganku mulai meraba dadanya. Terasa putingnya sudah mengeras di bukit kembarnya yang kecil. Kuremas-remas keduanya bergantian.
"Maaasss.. oooohhhh.. Mmmasss.. shshhshshs..." desahnya.

Kulepas ciumanku. Kupandangi wajahnya sambil tanganku mengangkat kaosnya. Dia diam saja. Lepas sudah kaosnya, sekarang tinggal BH mininya. Kulepaskan juga pengaitnya. Dia masih diam saja. Akhirnya terpampanglah bukit kembarnya yang kecil lucu. Seperti biasa, untuk menaklukan seorang perawan, tidak bisa terburu-buru. Harus sabar dan dengan kata-kata yang tepat.
"Bukan maaiinnn. Susumu bagus sekali Sar..!" kataku sambil memandangi bukit kembarnya.
Warnanya tidak seputih Rina, agak coklat seperti warna kulitnya. Aku elus perlahan-lahan sekali. Kusentuh-sentuh putingnya yang sudah menonjol. Setiap kusentuh putingnya, dia menggelinjang.

Kutidurkan dia ke karpet. Lalu kuciumi dada kanannya, yang kiri kuremas-remas.
"Aaahhh.., ssshhh.., Maaasss.., aaaddduuuhhh... aaa..!"
Bergantian kiri kanan. Kadang ciumanku turun ke arah perutnya, lalu naik lagi. Tangan kananku sudah mengelus-ngelus pahanya. Dia masih memakai celana panjang katun. Kadang-kadang kuelus-elus selangkangannya. Dia mulai membuka pahanya. Sementara itu Rina sudah pergi ke kamar mandi. Karena kudengar suara guyuran air.

Setelah aku yakin dia sudah di puncak nafsunya, kupandangi wajahnya lagi. Wajahnya sudah memerahkarena nafsunya. Ini saatnya. Lalu tanganku mulai membuka pengait celananya, retsletingnya, dan menurunkan celana panjangnya sekalian dengan celana dalamnya. Tidak ada penolakan. Bahkan dia membantunya dengan mengangkat pantatnya. Dia memandangiku sayu.

Bukit kemaluannya kecil tidak berbulu. Hampir sama dengan kepunyaan Titin dulu. Mungkin karena sama-sama orang Sunda. Kupandangi bibir kemaluannya. Dia menutupinya dengan kedua tangannya. Kutarik tangannya perlahan sambil kudekatkan wajahku. Mulanya tangannya menutup agak keras, tetapi lama-lama mulai melemah. Kucium bibir kewanitaannya. Aaahhh.., segar sekali harumnya. Kuulangi beberapa kali. Setiap kucium, pantatnya dinaikkan ke atas sambil mendesah.
"Aaahhh... Masss.., mmm.. sshshshs..."
Batang kejantananku yang tadi sudah agak lemas, mulai mengeras lagi.

Lalu kubuka bibir kewanitaannya dengan jariku. Sudah basah. Kutelusuri seluruh liangnya dengan jariku, lalu lidahku. Dia semakin menggelinjang. Lidahku menari-nari mencari kedele-nya. Setelah dapat, kujilat-jilat dengan cepat sambil agak kutekan-tekan. Reaksinya, gelinjangnya makin hebat, pantatnya bergoyang ke kiri dan ke kanan.
"Adduuuhhh... Maasss... aaahhh.. ssshhh.. aaahhh..!"
Kuangkat kedua kakinya, kutumpangkan ke pundakku, sehingga liang kewanitaannya semakin membuka. Kupandangi belahan kewanitaannya. Betapa indah liangnya. Hangat dan berkedut-kedut.
"Saarr.., memekmu bagus betul.. Wangi lagi..."
Kembali kuhisap-hisap. Dia semakin keras mendesah.

Kira-kira 5 menit kemudian, pahanya menjepit leherku keras sekali. Lubang keperawanannya berdenyut-denyut cepat sekali.
Dan, "Syurrr... syurrr..." menyemburlah cairan kenikmatannya.
Kuhirup semuanya. Manis, asin, gurih menjadi satu. Aaasshhh... segarnya. Kakinya sudah melemas.Kuturunkan kakinya, kukangkangkan pahanya. Kuarahkan batang keperkasaanku ke liangnya sambil kupandangi wajahnya.
"Boleh Sarr..?" tanyaku memohon persetujuannya.
Matanya memandangku sayu, tidak bertenaga. Dia hanya mengangguk.
"Pelan-pelan yaa Mass..!"
Kuoles-oleskan kepala kemaluanku dengan cairan pelumas yang keluar dari liang senggamanya. Lalu kugesek-gesekkan kepala kejantananku ke bibir kenikmatannya. Kuputar-putar sambil menekan perlahan.

"Aaahhh.. Maasss... Ooohhh..!" dia mendesah.
Lalu kutekan dengan amat perlahan. Kepalanya mulai masuk. Kuperhatikan kemaluannya menggembung karena menelan kepala keperkasaanku. Ketekan sedikit lagi. Kulihat dia menggigit bibir bawahnya. Kuangkat pantatku sedikit dengan amat perlahan. Lalu kudorong lagi. Begitu berulang-ulang sampai dia tidak meringis.
"Ayooo... Masss.. aaahhh.. ooohhh.., ssshhhshshhh..!"
Lalu kudorong lagi. Masuk sepertiganya. Dia meringis lagi. Kutahan sebentar, kutarik perlahan, lalu kudorong lagi. Terasa kepala batang kejantananku mengenai selaput tipis. Nah ini dia selaputnya.
"Kok enggak dalam..? Belum masuk setengahnya udah kena..!" batinku dalam hati.
"Sar.., tahan sedikit yaa..!"
Lalu kucium bibirnya. Kami berciuman, saling mengulum. Dan dengan tiba-tiba kutekan batang keperkasaanku dengan keras.
"Pret..!" kemaluanku menabrak sesuatu yang langsung sobek.
Dia mau menjerit, tetapi karena mulutnya kusumpal, maka tidak ada suara yang keluar. Kudiamkan sebentar kejantananku agar liang keperawanannya mau menerima benda tumpul asing. Lalu kutarik ulur perlahan-lahan. Setelah terlihat dia tidak merasa kesakitan, kutekan lebih dalam lagi. Kutahan lagi. Kuangkat perlahan, kutekan sedikit lagi. Begitu berulang-ulang sampai senjataku masuk semuanya. Dia tetap tidak bisa bicara karena mulutnya kulumat. Kutahan kemaluanku di dalam, kulepaskan ciumanku. Liang senggamanya menjepit seluruh batangku di semua sisi. Rasanya bukan main nikmatnya.

"Gimana Sar..?"
"Sakiittt Masss... Periiihhh... Mmmm..!"
"Tahan aja dulu, sebentar lagi ilang kok..." sambil kucabut sangat perlahan.
Kutekan lagi sampai menyentuk ujung rahimnya. Begitu berulang-ulang. Ketika kutarik, kulihat kemaluan Sari agak tertarik sampai kelihatan agak menggembung, dan kalau kutekan, agak mblesek menggelembung. Setelah 5 atau 6 kali aku turun naik, terasa agak mulai licin. Dan Sari pun tidak terlihat kesakitan lagi.
"Sar.., memekmu sempit banget. Ooohhh enak sekali Sar..!" bisikku sambil mempercepat gerakanku.

Dia sepertinya sudah merasa nikmat.
"Aaahhh... eennnaaakkk... Masss... aaahhh.. shshshshsh..." desahnya. Kupercepat terus.
"Ah.. ah.. ahh.. ooo.. shshsh.. aaaddduuuhhh... ooohhh..!" pantatnya mulai bergerak mengimbangi gerakanku. Kira-kira 5 menit, dia mulai tidak terkendali. Pantatnya bergerak liar. Tiba-tiba dia menekuk, kedua kakinya menjepit pantatku sambil mengangkat pantatnya. Bibir kemaluannya berkedut-kedut.
Dan, "Sysurrr.. syuurrr.." dua kali kepala kejantananku disembur oleh cairan hangatnya.
Karena aku dari tadi sudah mau keluar dan kutahan-tahan, maka kupercepat gerakanku.
"Masss... Uuudddaaahhh.. Mmasss.. Aaaddduuhhh.. Gellii.. Maass..!" teriaknya.
Aku tidak peduli. Keringatnya sudah seperti orang mandi. Kupercepat terus gerakanku, akhirnya, "Crooot... cruuuttt.." tiga kali aku menembakan cairanku di liang kenikmatannya.
Lalu aku ambruk di sebelahnya.

Tiba-tiba, "Plok.. plok.. plok.." terdengar suara tepukan.
Rupanya Rina sudah dari tadi memperhatikan kami berdua.
"Mas hebat... Sari.. selamat yaa..!" katanya sambil mencium pipi Sari.
Sari hanya bisa tersenyum di sela-sela nafasnya yang masih ngos-ngosan.
"Enak Sar..?" tanyanya lagi.
Sari hanya bisa mengangguk lemah. Lalu aku memeluk Sari.
"Sari. Terima kasih yaa..!" kataku sambil mengecup pipinya.
"Sari juga terima kasih Mas.. Enaakkk banget ya Mass..!"

Aku bangun mengambil baju-bajuku yang berserakan. Kulihat di selangkangan Sari ada bercak-bercak lendir kemerahan.
"Aaaahhh... Aku dapet perawan lagi..!" batinku.
Lalu aku ke kamar mandi. Selesai kumandi, gantian Sari yang mandi. Setelah semua selesai, kami hanya mengobrol saja sambil minum teh hangat yang dibuatkan Rina. Menceritakan pengalaman yang dirasakan oleh masing. Aku lemas karena dalam 2 jam sampai 3 kali main.

Sejak saat itu, Sari selalu datang jam 3 sore. Dan sebelum belajar, kami selalu mengawalinya dengan pelajaran biologis. Dan Rina sepertinya mengetahui dan menyadari kalau punyanya Sari lebih oke, jadi dia mengalah selalu dapat giliran kedua. Dan mereka pun saling berbagi. Saling mencoba dan mengajari. Aku yang dijadikan alat eksperimen mereka menurut saja. Abis enak sih.

Setelah pembagian raport, ternyata yang nilainya naik banyak hanya Sari. Tetapi keduanya naik kelas dengan nilai di atas rata-rata. Begitulah pengalamanku dengan gadis-gadis SMP.

TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar