Kamis, 26 Januari 2012

Adikku Sayang

Adikku Sayang

April 10th, 2007

Dedicated to: ……. :D

Segar sehabis mandi, Evi keluar dari kamarnya dan dari teras di depan kamarnya di lantai 2, ia melihat adiknya, Nita, memasuki rumah dengan wajah merah kepanasan, namun tampak ceria. Nita baru pulang dari sekolah, kemeja putih dan rok birunya tampak lusuh. Tak melihat siapa pun di rumah, Nita langsung naik dan masuk ke kamarnya lalu menyalakan AC. Ia mencuci muka dan tangannya di kamar mandi dalam kamarnya saat mendengar kakaknya bertanya, “Hey, gimana pengumumannya?”

Nita keluar dari kamar mandi mendapatkan Evi bersandar di pintu kamarnya dengan tangan ke belakang.
“Nita diterima di SMA Theresia, Kak!” jawab Nita dengan ceria.
Evi berjalan ke arahnya dan memberikan sebuah kado terbungkus rapi.
“Nih, buat kamu. Kakak yakin kamu diterima, jadi udah nyiapin ini.”
“Duuh, thank you, Kak!” Nita setengah menjerit menyambar kado itu.

Evi duduk di ranjang Nita sementara adiknya duduk di meja belajarnya membuka kado itu dan mendapatkan sebuah gelas berbentuk Winnie the Pooh, karakter kartun kesukaannya, sedang memeluk tong bertulisan “Hunny”. Kali ini Nita benar-benar menjerit, “Aaah, bagus banget! Thank you, Kak!”

Nita melompat ke ranjang dan memeluk kakaknya erat-erat, dan dengan tiba-tiba mencium bibir Evi. Evi tersentak, bukan karena Nita menciumnya, tapi karena getaran elektrik yang ia rasakan dari bibir adiknya yang basah menyambar bibirnya dan menyebar ke seluruh tubuhnya. Ciuman yang sebenarnya hanya berlangsung beberapa detik itu membuat jantung Evi berdebar. Nita melepas ciumannya, namun tak melepas pelukannya yang erat. Evi tersenyum berusaha menutupi perasaannya, lalu mengecup bibir adiknya dengan lembut. Nita meletakkan gelas itu di meja kecil di sisi ranjangnya dan merebahkan diri. Ia menarik Evi agar berbaring di sisinya, lalu kembali memeluknya.

“Kak, Nita kangen nih ama Kakak. Sejak Kak Evi pacaran ama Mbak Anna, kapan kita pernah tidur bareng lagi? Cerita-cerita sampe ketiduran? Nggak pernah kan?”
“Bukan gitu, Nit,” jawab Evi, “Kakak kan kuliahnya sibuk, bukan karena pacaran ama Anna.”
Evi kembali merasakan dadanya berdebar hanya karena dipeluk oleh adiknya yang cantik ini. Ia baru menyadari bahwa ia memang sudah lama sekali tak pernah sedekat ini dengan Nita.
“Lagian ngapain sih Kakak pacaran ama Mbak Anna? Ntar ketahuan Papa baru tahu lho!” kata Nita sambil mengernyitkan dahinya seakan memarahi kakaknya.
Wajah Nita begitu dekat dengan wajahnya, membuat Evi merasa canggung dan semakin berdebar. Evi berusaha keras meredam ketegangannya dan menutupi perasaannya dari adiknya.

“Sok tahu kamu,” kata Evi, “Papa kan udah tahu Kakak pacaran ama Anna. Malah sebelum berangkat ke Jerman, Anna pernah ketemu dan ngobrol ama Papa. Sekarang Papa udah bisa kok nerima kenyataan bahwa Kakak emang lesbian.”
Hangatnya hembusan napas Nita di lehernya membuat Evi semakin berdebar dan ia merasakan panas yang hebat dari selangkangannya. Evi tahu ia tak mampu menahan diri lebih lama lagi saat celana dalamnya mulai terasa lembab.

Sana mandi dulu kamu!” tukas Evi sambil mendorong adiknya, “Kamu bau matahari!”
“Ngg..” balas Nita kolokan walau tetap melepaskan lengannya yang melingkari pinggang Evi.
“Tapi Kakak jangan pergi dulu. Nita masih kangen ama Kakak,” kata Nita sambil berjalan ke kamar mandi.

Evi duduk dan melipat kedua kakinya rapat-rapat di depan dadanya. Ia memeluk kedua kakinya sambil menyadarkan dagu ke lututnya. Ia menghela napas dalam-dalam berusaha menenangkan gairahnya.
“Kenapa aku sampai begitu, sih!” ia memarahi dirinya sendiri dalam hati.
“Nita kan adikku sendiri!”
“Mungkinkah karena sudah hampir 4 bulan Anna pergi dan aku kangen pada pelukan dan sentuhan lembut wanita?” Evi menyelonjorkan kakinya di kasur dan mulai meraba-raba pahanya. Sambil membayangkan dada Anna yang montok, tangan kiri Evi meraba-raba dadanya sendiri, sementara tangan kanannya naik meremas-remas selangkangannya.

Evi tersentak dari lamunannya dan melepas kedua tangannya dari bagian-bagian vitalnya dan kembali menarik napas dalam-dalam. Ia tak ingin terlihat bergairah saat adiknya keluar dari kamar mandi nanti.

Tak memakan waktu lama, Nita keluar dari kamar mandi dalam keadaan bugil. Ia mengambil celana dalam dan daster dari lemari. Evi menatap adiknya memakai celana dalam, jantungnya yang belum sepenuhnya kembali normal langsung berdebar lagi melihat tubuh Nita yang langsing namun berisi itu. Nita tidak mengenakan dasternya, tetapi langsung duduk bersila di sisi kakaknya di ranjang dan meletakkan dasternya di pangkuannya.

Evi tersenyum berusaha menutupi gairahnya dan membelai rambut adiknya. Nita memonyongkan bibirnya seperti orang ngambek dan berkata, “Kak Evi kok mau sih ama Mbak Anna? Dia kan..” Nita tampak agak ragu sebelum akhirnya melanjutkan, “Dia kan nggak cantik.” Bukannya marah, senyum Evi malah berubah jadi tawa, “Kamu nggak boleh menilai orang dari penampilan fisiknya. Anna kan baik banget orangnya, lembut dan penuh pengertian. Lagian fisiknya juga nggak jelek-jelek amat. Toket dan pantatnya kan gede banget, Nit. Asyik banget untuk diremas. Dan ciumannya jago banget. Dia yang ngajarin Kakak ciuman.”
“Iya sih. Toket Nita nggak gede ya, Kak?” kata Nita sambil memandang payudaranya.
“Siapa bilang?” balas Evi, “Toket kamu gede lagi! Kamu tuh tumbuh melebihi orang seumurmu. Waktu Kakak 17 tahun, toket Kakak belum segede kamu.”
Dengan polos, Nita bertanya, “Emang enak, Kak, diremas ama sesama cewek?”

Belum sempat Evi menjawab, Nita meraih tangan kakaknya dan meletakkannya di atas dadanya. Evi tersentak, namun membiarkan Nita menggerakkan tangannya berputar-putar di dada adiknya yang terasa lembab dan segar itu. “Mmmhh..” Nita mendesah dan matanya setengah menutup. Gairah Evi yang sudah sulit dikendalikan semakin meledak melihat reaksi adiknya yang sangat merangsang itu. Evi mulai meremas-remas dada adiknya dengan lembut lalu memilin-milin puting dada Nita yang terasa semakin membesar dan mengeras.

“Uhh..” Nita kembali mendesah dan membiarkan Evi meraba dan meremas dadanya, sementara kedua tangannya sendiri meremas sprei kasurnya. Tak lagi berusaha mengendalikan gairahnya yang sudah memuncak, Evi meraih dagu adiknya dengan tangan kiri sementara tangan kanannya terus meremas dada Nita dengan semakin bernafsu. Evi menarik wajah Nita dan mengecup bibirnya yang basah.

“Mmmhh..” reaksi Nita yang hanya berupa desahan itu membakar nafsu Evi. Sambil meremas dada adiknya dengan bergairah, Evi mengulum bibir bawah adiknya yang segera membuat Nita membalas dengan mengulum bibir atas Evi. Kakak beradik ini saling menghisap bibir selama beberapa saat, sampai akhirnya Evi melepas ciuman mereka. Nita membuka mata mendapatkan ia dan kakaknya sama-sama terengah-engah setelah berciuman dengan penuh gairah.

“Ohh, ternyata enak ya, Kak? Nita nggak nyangka deh. Kak Evi juga enak?” tanya Nita dengan polos.
“Gila kamu, Nit! Dari tadi Kakak udah mau mati nahan gairah Kakak gara-gara kamu peluk, kamu cium, ngelihat kamu telanjang!” jawab Evi, “Kamu sih! Ngapain lagi kamu tarik tangan Kakak ke toket kamu?”

Nita tampak terkejut dengan kerasnya kata-kata kakaknya, “Sorry, Kak. Nita cuma kangen aja ama Kak Evi dan pengen disentuh. Sorry..” katanya sambil menundukkan kepala.
“Ssstt..” Evi menarik dagu adiknya lagi hingga mereka saling bertatapan, lalu menampilkan senyumnya yang manis, “Tapi kamu suka kan?” Nita hanya membalas dengan senyuman yang tak kalah manisnya.

Evi menggeser duduknya di ranjang hingga bersandar pada dinding, “Sini,” ia menarik lengan Nita agar duduk di sisinya. Mereka duduk berdampingan, Evi membelai rambut Nita, lalu dengan tangan di belakang kepala adiknya, Evi menarik wajah Nita mendekati wajahnya, “Nih ajaran Anna. Kamu nilai sendiri enak apa nggak.” Evi kembali mencium bibir Nita.

Kendali diri sudah sepenuhnya kembali pada dirinya setelah menyadari bahwa Nita juga menikmati semua ini, Evi mengatur alur percintaan tanpa tergesa-gesa. Ia tak lagi meraba-raba adiknya. Kini Evi hanya mengulum bibir adiknya, kadang seluruh mulutnya, lalu melepasnya, lalu mengulumnya lagi. Kadang ia biarkan Nita yang menghisap bibirnya dengan lebih bernafsu, lalu melepasnya untuk melihat adiknya maju mengejar mulutnya yang sedikit ia buka, memancing gairah Nita.

Evi mendorong adiknya hingga rebah di kasur. Mereka berciuman lagi dengan penuh gairah. “Kak..” Nita mendesah. Evi menjawab dengan menyelusupkan lidahnya dengan lembut ke dalam mulut Nita yang sedikit terbuka. Tenggorokan Nita tercekat saat merasakan lidahnya bersentuhan dengan lidah kakaknya. Ini perasaan yang belum pernah ia rasakan sebelum ini. Ia tak menyangka akan merasakan rangsangan luar biasa sebagai akibatnya.

Jilatan lembut Evi pada langit-langit dan lidah Nita membuat Nita terangsang, namun menjadi semakin rileks karena merasa semakin menyatu dengan kakaknya. Nita mulai membalas gerakan lidah Evi dengan gerakan lidahnya sendiri. Mengetahui adiknya sudah bisa menikmati ini, Evi membelitkan lidahnya pada lidah Nita sambil menghisap bibir adiknya. Evi melepas lidahnya dari mulut adiknya, lalu berkata, “Hisap lidah Kakak, Sayang.”

Kata-kata lembut Evi membuat Nita semakin bergairah, seakan sedang bercinta dengan kekasihnya. Dengan bernafsu, ia menghisap lidah Evi yang kembali menjelajahi mulutnya. Mereka berciuman dan bergantian saling menghisap lidah untuk waktu yang lama. Merasa gairah adiknya dan gairahnya sendiri semakin membara, Evi mulai meningkatkan kecepatan percintaan dengan meraba paha dan selangkangan Nita. Nita mendesah saat merasakan sentuhan di bagian yang belum pernah disentuh siapa pun itu. Evi melepas bibirnya dari bibir adiknya, lalu mulai menjilati telinga dan leher Nita. Desahan Nita mulai berubah menjadi erangan kenikmatan.

Tanpa melepas tangannya dari selangkangan Nita, Evi menurunkan jilatannya ke dada adiknya yang montok itu. “Ah..!” Nita menjerit kecil saat pertama kali lidah kakaknya menyentuh puting buah dadanya, “Ooohh.. aahh.. Kak..” desahnya dengan penuh kenikmatan. Nita membuka matanya menyaksikan Evi menjilati puting dan payudara Nita dengan semakin cepat dan bernafsu, membuat putingnya membesar dan mengeras. Kadang Evi menggigit puting Nita membuat Nita menjerit kecil dan memaju-mundurkan pantatnya seirama dengan gerak tangan Evi di selangkangannya, sehingga tangan Evi terasa semakin menekan dan meremas di selangkangannya yang kini sudah basah kuyup.

Bangkit dari dada Nita, Evi menduduki adiknya dengan selangkangan tepat di atas selangkangan adiknya. Evi menarik kaosnya lalu melemparkannya ke lantai. Kedua tangan Nita meremas dada kakaknya saat Evi sedang berusaha melepas BH-nya. Evi melempar BH-nya dan Nita semakin bernafsu meremas dada dan puting telanjang kakaknya. Mereka saling menghujam selangkangan hingga saling menekan. “Hhh..” desah Evi yang menikmati remasan adiknya pada dadanya yang telah membesar dan mengeras itu. Tak tahan lagi untuk segera merasakan adiknya, Evi bangkit membuka celana pendek sekaligus celana dalamnya, lalu menarik celana dalam Nita hingga terlepas, menampilkan setumpuk kecil bulu tipis yang menutupi kemaluan yang telah membengkak penuh gairah. Bau seks menyebar dari vagina Nita, membuat isi kepala Evi serasa berputar penuh gairah tak tertahankan.

Evi meraba bibir vagina adiknya yang telah berlumuran lendir gairah. “Ohh, Kakaak!” Nita tersentak merasakan nikmatnya sentuhan di titik terlarang itu. Tak tahan lagi, Evi segera menjilati bibir vagina Nita dengan bernafsu, menikmati manisnya lendir vagina Nita. “Ah! Ah! Kak! Ah!” Nita menjerit-jerit tak tertahankan, tubuhnya menggelinjang merasakan kenikmatan yang tak pernah terbayangkan olehnya.

Dua jari Evi membuka bibir vagina Nita, menampilkan klitoris yang telah membengkak keras dan teracung keluar. Lidah Evi menari pada klitoris adiknya sambil tangan kirinya naik meremas-remas payudara Nita, membuat Nita terpaksa mencengkeram sprei untuk menahan gelinjang tubuhnya yang semakin sulit dikendalikan. Ini tak membantu menahan jeritannya yang semakin keras “Aaagghh! Aaagghh! ohh, Kakaak! Nikmat, Kaak! Jangan berhen.. aagghh!” Nita telah terlontar ke dalam dunianya sendiri.

Memang tak berniat berhenti, lidah Evi masuk ke dalam vagina Nita dan menjilatinya tanpa ampun. Nita meluruskan kedua lengannya di sisi menopang tubuhnya ke posisi duduk mengangkang, menyaksikan kepala kakaknya di antara kedua pahanya. Tak mampu mengendalikan kenikmatan seks yang terus meningkat ini, Nita menghunjamkan selangkangannya ke wajah kakaknya berulang kali, sementara lidah Evi semakin cepat bergetar di dalam vagina Nita, sambil menikmati lendir vagina adiknya yang terus mengalir ke dalam mulutnya.

Hunjaman selangkangan dan gelinjang tubuh Nita yang semakin kasar dan tak terkendali membuat Evi tahu bahwa adiknya tak akan tahan lebih lama lagi. Ia semakin bernafsu menjilati adiknya, di dalam vagina, bibir vagina serta klitorisnya. Tepat dugaannya, tak lama kemudian kedua paha Nita menghentak kaku menjepit kepala Evi, tubuh Nita bergelinjang semakin kasar dan liar, sementara vaginanya berkontraksi dan memuncratkan gelombang demi gelombang lendir seks yang tak mampu lagi ia bendung.

“Aaakk.. aahh.. ahh Kakk..” jerit Nita tak peduli lagi pada dunia, hanya kenikmatan orgasme pertamanya ini yang berarti baginya. Evi membuka mulutnya, mengulum seluruh vagina adiknya dan menenggak lendir orgasme yang membanjiri seisi mulutnya hingga sebagian menetes dari bibirnya ke dagu dan lehernya.

Orgasme demi orgasme melanda Nita selama semenit penuh, hingga akhirnya ia merasa begitu lemah sampai tubuhnya jatuh ke kasur dengan penuh kenikmatan dan kepuasan. Evi menjilati lendir yang lolos ke sisi selangkangan dan paha adiknya, lalu memanjat tubuh adiknya dan menindih tubuh adiknya. Sambil terengah-engah, ia menyaksikan Nita yang memejamkan mata penuh kepuasan. Evi mengecup bibir Nita, membuat Nita membuka matanya dan tersenyum. Ia memeluk tubuh telanjang Evi, lalu membalas kecupan kakaknya dengan ciuman penuh pada mulut Evi. Lidah mereka terpaut, Nita menghisap lidah kakaknya, lalu melepaskannya untuk menjilati wajah, pipi dan leher Evi yang berlumuran lendir orgasmenya sendiri. Lendir seks ini terasa nikmat dan manis baginya.

Nita tahu Evi terengah-engah bukan hanya karena habis memakan vaginanya dengan brutal, namun juga karena gairahnya yang telah memuncak. Nita melorotkan diri di bawah tubuh kakaknya, menggesekkan payudaranya pada payudara Evi. Wajah Nita tiba di depan payudara Evi saat Evi mengangkat tubuhnya dengan menopangkan dirinya pada sikunya. Tanpa ragu Nita mulai menjilati puting payudara kakaknya hingga napas Evi semakin tersenggal-senggal menahan gairah yang semakin melonjak dalam dirinya. Selangkangannya semakin memanas dan lendir seksnya meleleh keluar dari vaginanya, menetes-netes di paha Nita.

“Ohh, Sayang! Kakak nggak tahan lagi, Sayang!” erang Evi.
Memahami maksud kakaknya, Nita melorotkan tubuhnya kembali hingga wajahnya tiba di depan vagina Evi, dan tanpa menunda lagi, Nita langsung menyusupkan lidahnya ke dalam vagina kakaknya.
“Aaahh! Ahh! Sayaang!” Evi menjerit selagi Nita sibuk menjilati vaginanya dari dalam hingga ke klitorisnya berulang-ulang.

Dengan bernafsu, Evi menduduki wajah adiknya, lalu menaik-turunkan tubuhnya, menghujamkan vaginanya ke wajah adiknya berulang-ulang. Sambil meremas pantat Evi, Nita meluruskan lidahnya hingga kaku dan menghujam wajahnya seirama dengan gerakan pantat kakaknya ini. Lendir gairah meleleh ke wajah dan pipi Nita saat ia memaikan kakaknya dengan lidahnya. Tak lama Evi mampu bertahan setelah gelombang rangsangan bertubi-tubi yang telah ia nikmati, puncak kenikmatan pun meledak dan Evi tersentak kaku di atas wajah adiknya dalam kepuasan orgasme demi orgasme yang menyemprotkan lendir panas ke dalam mulut Nita berulang kali.

Nita berusaha keras menghisap dan menelan seluruh lendir orgasme Evi yang memenuhi mulutnya. Begitu banyaknya lendir kepuasan yang Evi tumpahkan ke mulut adiknya, sebagian terpaksa mengalir keluar ke pipi Nita. Dari kaku, perlahan-lahan tubuh Evi mulai melemas dan jepitan pahanya pada kepala Nita pun mulai mengendur, hingga akhirnya Evi jatuh terbaring lemas di atas ranjang. Nita mendekati wajah kakaknya yang menantinya dengan tersenyum, lalu mencium bibir kakaknya. Mereka berpelukan dan berciuman beberapa saat. Evi membelai rambut adiknya, sementara Nita meremas pantat kakaknya. Lelah berciuman, Evi menghela napas panjang sebelum akhirnya mengatakan, “Aku cinta kamu, Sayang..” Nita hanya tersenyum dan mereka terus berpelukan hingga tertidur dalam rasa lelah yang penuh dengan kepuasan.

Mia mu, � m n @�� 03� atang penis mulai dari pangkalnya dan terus menuju ke kepala penis. Terasa lidahnya yang hangat dan basah menyentuh kulit penis. Walaupun getaran lidahnya tidak selihai istri, tapi ini sudah membuat kenikmatan bagi saya. Sementara itu, istri pun mulai bergerak menuju penis dan kemudian dia mulai ikut menjilati penis dengan lidahnya yang begitu merangsang.

Mereka berdua saling menjilati penis saya dengan nafsunya. Tentu saja rasanya ini begitu nikmat dan punya rasa tersendiri. Tidak seperti dijilat oleh seorang wanita, rasanya berbeda sekali, terasa ada dua lidah yang saling menjilati batang penis, kenikmatan yang begitu asyik yang hanya dapat dinikmati bagi yang pernah merasakannya saja. Mereka menjilat seperti saling berebut sesuatu. Terutama ketika mereka mulai menjilati sekitar kepala penis, mereka saling berebut dengan nafsunya. Terlihat bibir Mia dan istri saling bersentuhan menjilat kepala penis, begitu juga bibir mereka saling bersentuhan ketika hendak mengulum ujung penis dan bersamaan menghisap ujung penis. Berkali kali terasa ujung penis mengeluarkan sedikit cairan karena permainan mereka.

Istri dan Mia pun terdengar mulai terdengar desahannya karena terangsang juga mereka. Ketika mereka berdua asyik menikmati penis, saya beberapa kali mengalihkan pemandangan saya ke badan istri dan Mia, mereka sudah tidak mengenakan apa apa lagi dan kedua rambut mereka basah seperti habis keramas. Warna kulit Mia sedikit lebih gelap dibandingkan istri, tapi terasa sama seperti istri, kulitnya begitu lembut dan hangat.

Saya kemudian merubah posisi dengan membangunkan badan dan duduk di atas tempat tidur. Berkali kali kepala dan rambut mereka bergantian saya belai. Satu persatu, muka istri saya tarik agar melihat ke saya dan kemudian saya cium dengan mesra dan nafsunya. Lidang dan lidah saling bertemu dan melakukan deep kiss. Kemudian Mia, wajahnya juga saya tarik seperti istri saya juga dan kemudian saya cium dengan dalamnya, terasa ciumannya begitu nafsu dan menggebu gebu melebihi istri. Mia dan istri bertubi tubi menciumi bibir saya saling berebut hingga ketiga bibir kami bersatu padu dan saling menjilat dengan lidah masing masing. Setelah itu Mia dan istri kembali menjilati penis, sampai beberapa waktu.

Selanjutnya istri mulai menarik diri dan duduk disamping menghampiri saya, tapi Mia masih tetap menjilati penis, bahkan lebih bebas lagi, dia muali memasukkan penis semuanaya kedalam mulutnya dan berkali kali di keluar masukkan ke mulutnya.

Istri kemudian berlutut di samping saya dan kami mulai saling berciuman lagi dengan mesranya. Tapi kali ini tangan saya dapat sambil meremas kedua payudaranya secara bergantian, tersa putingnya sudah begitu kenyal menantang. Kemudian tangan mulai saya gerakkan ke bawah, ke pusarnya perlahan lahan dan terus kebawah lagi sampai mencapai selangkangan pahanya. Terasa sudah basah sekali selangkangannya dengan cairan tubuhnya yang keluar banyak dari vaginanya. Saya mulai meraba klitorisnya dan diraba dan dimainkan dengan jari jari saya, terasa begitu licin sekali, sampai tidak sadar jari telunjuk dan tengah terus masuk kedalam vaginanya bersamaan. Vaginanya terasa begitu hangat dan licin penuh dengan cairan beningnya yang lengket itu.

Tangan saya yang satu mulai saya ulurkan ke Mia dan dengan isyarat tangan menarik dia agar bangun dan menjauhkan wajahnya dari penis. Dia saya tarik agar mendekat ke saya dan di tuntun supaya dia berlutut kakinya berada di kiri kanan pinggul saya. Kemudian sambil memegang bahunya dan di tekan, saya memberi isyarat dengan menekan bahunya supaya dia mulai memasukkan penis ke dalam vaginanya. Mia segera merespons dengan menggenggam penis saya dan diarahkan ke mulut vaginanya, kemudian pinggulnya sedikit demi sedikit mulai turun dan terus membenamkan penis ke dalam vaginanya, terasa begitu panas didalamnya dan sudah licin juga seperti istri saya.

Kemudian tangan saya yang masih berada di bahunya sedikit demi sedikit di arahkan ke payudara Mia yang manis itu. Payudaranya masih sedikit lebih kencang di banding istri, putingnya begitu keras. Dengan jari telunjuk dan tengah putingnya saya permainkan dan terkadang dijepit oleh kedua jari saya. Mia begitu terangsang hingga mulai merintih agak keras, sementara itu pinggulnya terus bergerak maju mundur memainkan penis saya yang berada di dalam vaginanya. Terdengar rintihan istri dan Mia yang saut menyaut karena nikmatnya, begitu juga saya.

Untuk beberapa waktu istri membiarkan Mia menikmati penis saya didalam dirinya. Kemudian istri mulai bergerak merubah posisi berlutut di belakang Mia dan kemudian dia merapat ke punggung Mia, kemudian dari arah belakang kedua lengannya menjulur ke depan dan kedua tangannya merauk dan meremas kedua payudara Mia. Badan Mia pun semakin merapat ke saya, dia merintih berkali kali dengan suara keras dan menafsukan. Saya menciumi istri yang wajahnya berada di samping wajah Mia, dia seakan membantu agar rangsangan ke Mia lebih hebat lagi. Saya pun dengan sekuat tenaga terus mengontrol diri agar tetap bisa bertahan lebih lama lagi.

Saatnya saya menginginkan istri saya datang, posisi badan saya rebahkan lagi dan Mia saya tarik menuju arah muka saya. Dengan gaya merangkak Mia mendekati muka saya dan berhenti tepat mukanya berhadapan dengan muka saya. Ketika bergerak, goyangan payudaranya membuat saya semakin panas. segera kedua pipinya saya pegang dan di tarik ke arah muka saya. Bibirnya yang begitu menafsukan segera saya sambut dengan ciuman yang dalam. Masih terasa hembusan nafasnya yang terputus putus karena permainannya tadi.

Setelah itu saya mulai merasakan penis masuk dan terbenam kedalam vagina, tapi kali ini adalah vagina istri. Dengan kemahirannya dia mulai menjepit berkali kali penis hingga saya tidak kuat hingga mengeluarkan suara agak keras. Terlihat sepintas pinggul istri bergoyang berirama begitu menggairahkan dan salah satu tangannya terlihat memainkan clitoris dan vagina Mia. Kami bercengkrama dengan begitu menggairahkan dan tidak ingin segera selesai, ingin menikmati selama mungkin. Entah sudah berapa lama kami demikian, terlihat masing masing sudah berkeringat.

Selama menikmati permainan sex ini, saya juga sempat melakukan sex dengan posisi penis dari belakang Mia maupun istri bergantian. Salah satunya seperti ketika saya memasuki vagina istri dari belakang. Mia terlentang di tempat tidur dan istri dalam posisi seperti merangkak persis di atas Mia. Kepalanya dia rendahkan sampai mendekati kedua payudara Mia dan bagian pinggul kebawah saja yang menungging ke atas hingga saya mudah untuk measuki vaginanya dari belakang. Ketika saya menikmati vagina istri dari belakang, istri juga ikut merangsang Mia dengan meraba, meremas dan mengulum payudara dan puting Mia, begitu indah sekalai pemandangannya.

Saat saat yang paling mengesankan adalah saat saya menjelang klimaks. Persisnya saya agak lupa tapi waktu itu menjelang klimaks, penis sedang berada di dalam vagina Mia. Karena gerakan Mia yang begitu hebat hingga saya tidak dapat bertahan lagi. Saat menjelang ejakulasi, penis segera saya keluarkan dari Mia dan beberapa kali cairan putih susu yang panas dan kental keluar dari penis mengenai dada istri dan Mia secara bergantian hingga payudara mereka basah dengan sperma. Terakhir, istri sempat menggenggam penis dengan tangannya dan menggoyangkannya kedepan dan kebelakang didepan wajahnya dan satu hentakan yang terakhir dari penis membasahi sekitar mulut dan pipinya. Begitu puasnya kami bertiga bercengkrama dan akhirnya kami merobohkan diri di tempat tidur. Saya di tengah, Mia dan istri di kanan kiri saya tidur terlungkup dan kepala mereka berdua berbaring di atas dada saya. Kedua duanya saya ciumi dengan mesra dan tidak sadar kami bertiga tidur dengan lelapnya.

Ketika saya bangun, matahari sudah tampak dan terlihat istri habis selesai mandi dan sedang mengeringkan rambut dengan hanya membalut badannya dengan handuk. Mia sudah tidak ada di kamar. Kemudian saya dekati istri dan saya kecup pipinya. Dia membalas dengan kecupan ringan di bibir saya. Saya berbisik di kupingnya menanyakan soal Mia. Istri dengan senyum mejawab dengan lembut bahwa Mia sudah kembali ke kamarnya tadi pagi. Kemudian saya pun pergi menuju kamar mandi.

Pagi itu seperti tidak ada hal yang khusus, kami sarapan bersama sama di hotel dan bersantai di pulau dewata itu. Siang harinya kami sempat berenang bersama sama sekeluarga di kolam bernang hotel yang luas itu dan tentu saja Mia ikut bersama kami dan anak-anak. Sore hari menjelang matahari terbenam, saya, istri dan Mia sempat berjalan jalan di pesisir pantai di lingkungan hotel dan duduk duduk di pasir.

1 komentar: