Minggu, 01 Januari 2012

The Though Day


hari ini desember tanggal 1, dingin sekali pagi ini hingga veni begitu malas untuk bangun. beberapa kali bangun beberapa kali pula matanya terpejam, begitu enggan rasanya dia meninggalkan hangatnya selimut yang menutupi tubuhnya. hujan rintik-rintik masih mengguyur sedari kemarin malam. diluar juga masih terlihat gelap. veni kembali terlelap.

setengah sadar veni merasakan sesuatu yang hangat merayapi pahanya bagian dalam. veni tak berpikir macam-macam, bahkan ketika benda hangat itu berputar-putar lembut ke bagian paha yang lain dan mengarah ke pangkal pahanya. bahkan dia merasa ada sensasi nyaman yang mengalir dalam tubuhnya. veni melenguh pendek dengan mata masih terkatup.

namun saat benda hangat itu memainkan bukit kecilnya dengan getaran yang intens dan gairah pun mulai bangkit veni serta merta merasa aneh dan ingin tahu benda apa itu. veni membuka mata dan menoleh.

kaget bukan kepalang ketika dia melihat disana dika, kakak angkatnya duduk di pinggir sofa dengan wajah tersenyum penuh nafsu sedang menyelipkan tangannya di dalam selimut. veni melonjak seketika bangun dan menggeram marah.

'mas, apa-apaan sich!', matanya mendelik tajam.

reaksinya tak menimbulkan efek apapun pada raut wajah dito. dengan kasar dia merebut selimut yang kubekap menutupi tubuh veni dan melemparkannya jauh diujung kamar.

'nggak apa-apa kok ven', katanya parau,'aku cuman ingin menyayangi kamu', katanya sambil merangkak naik ke spring bed dan mendekati tubuh veni yang gemetar lemas karena kaget.

'mas jangan gini ah', veni beringsut mundur. tetapi dengan satu tarikan cepat, dicengkeramnya kaki veni yang terjulur dan sedetik kemudian dia sudah menciumi lehernya dengan ganas.

'mas ..ahh, jangan', veni meronta sekuat tenaga. tangannya menelusuri ujung kaki hingga pangkal paha veni yang tertutup celana pendek. veni terus berusaha melepaskan diri. tangan kiri dito menarik punggungnya, tak membiarkan dada veni yang hanya tertutup tshirt, dan menahannya untuk terus menempel didada dito. veni selalu tidur dengan tshirt tanpa bra dan celana pendek wol tanpa cd. itu membuatnya nyaman.

lidah dito terasa panas seperti air panas yang kenyal menyapu leher veni yang jenjang. tercium bau shampo khusus laki-laki dari rambut dito, rupanya dia baru saja mandi. tangan veni mencengkeram pundak dan menolak dada dito berusaha melepaskan diri.

'mas aku adikmu, mas', bisik veni ke telinga dito yang beberapa mili saja jaraknya dari bibirnya.

'gak pa pa, ven', dia mengulang kata-katanya. mungkin dito sudah kehabisan kata-kata terhimpit gairah yang menggebu. lalu dengan satu gerakan sigap ditariknya kaki kiri veni sehingga kini kedua paha veni mengangkang diantara pinggang dito. tangan kirinya yang kekar masih mampu mempertahankan tubuh veni yang berusaha lepas. namun apa daya seorang gadis smp melawan lelaki muda kuliahan yang kekar dan rajin fitnes seperti dito. usaha veni bagai kesia-siaan belaka.

kini bibir dito menyerang leher depan veni. muka veni tengadah menjauhkan wajahnya dari dito dan itu makin mempermudah lidah lebar dito menelusuri setiap mili lehernya yang mulus.

'mmmh ... mas sadar mass. ..', tolakan tangan veni berubah menjadi cengkeraman yang hampir merobek tshirt dito. dirasakannya lidah itu mulai menyapu pangkal dadanya dan menimbulkan kegelian yang luar biasa. veni juga merasakan satu benda yang keras mengganjal pangkal pahanya yang tertekan kuat ke pangkal paha dito. ditambah rontaan tubuhnya yang membuat benda keras itu terasa semakin menekan tubuhnya.

tangan kanan dito yang lebar merayap menelusup kedalam tshirt tipis veni, dan berputar putar. kepala veni menggeleng kuat-kuat kekiri dan kanan. tak putus asa untuk lepas dari dekapan lengan yang kuat itu. sementara tangan kirinya tak mau kalah menelusup dari depan dan membelai buah dada kecil yang kenyal itu. tubuh veni terhenyak kaget. dijambaknya rambut kakaknya yang kesetanan itu dengan kuat, wajahnya merutuk geram menghadap langsung wajah kakaknya yang merah padam penuh nafsu.

'mas, ..hhh hh', teriaknya lirih dengan nafas terengah-engah kecapaian,'lihat mata veni, mas!'

sejenak dito menatap wajah adiknya dengan wajah keras, kulit mukanya merah padam, bibirnya terbuka, terengah menyemburkan nafas panas ke muka veni. melihat muka adiknya yang geram tak membuat dito sadar. malah dengan gerakan sigap, ditariknya bada veni kembali kedalam dekapannya dan jatuhlah bibir gadis kecil itu dalam lumatan ganas lidah sang kakak. berjuta kata-kata tertelan oleh ciuman yang ganas penuh birahi.

dan saat bibir itu lepas veni sadar ia tak lagi punya harapan. setitik air mata meluncur dari mata bundarnya yang indah. tubuh kecil itu pasrah tak berdaya dalam dekapan kuat sang kakak. tubuhnya dihentakkan seirama menimbulkan gesekan ritmis pada permukaan tubuh mereka. dan tangan dito begitu bebas mengintimidasi setiap area tubuhnya. kini bahkan menelusup dalam celana pendek veni dan meremas ganas pantat sekal itu.

veni telah putus asa, baginya tak mungkin lagi untuk lepas. hanya titik air mata yang mengalir deras menandakan perlawanannya telah berakhir. pun saat tshirtnya lepas dan menyilakan dua bukit kecil itu menggesek dada kakaknya yang bergemuruh oleh nafas memburu.

juga saat jemari panajang itu merenggut celana pendeknya lepas dari wilayah paling berharganya. kini tak sehelai sesuatupun menutupi tubuhnya. hanya lengan kecil tanpa daya yang menyilang diatas dada dengan gemetar.

sejenak tubuh kecil itu memantul diatas spring bed lalu telentang pasrah saat kedua tangan kekar itu menghempaskannya. dari sudut mata veni yang tertutup air mata, dalam bayangan buram terlihat dito dengan tergesa-gesa melepas satu demi satu kain ditubuhnya. tak kuasa melihat veni memejamkan matanya erat-erat dan pasrah akan apa yang akan terjadi.

satu hirupan nafas yang menyentak menyuarakan rasa kaget dlam tubuh veni saat sesuatu yang panas menyapu pahanya. itu lidah dito. lalu perlahan lidah itu berputar pada paha bagian dalamnya, terus berputar dan naik ke pangkal pahanya.

saat lidah itu menyapu bibir hangat vaginanya terasa aliran listrik menyengat dari dalam tubuh veni. tubuhnya melonjak keras tangan yang tadinya menyilang lemas diatas dada kini mencengkeram sprei disisi tubuhnya. tubuhnya kaku terbangun dan matanya nyalang menatap kepala sang kakak yang terbenam penuh dalam pangkal pahanya. kakinya berusaha meronta berusaha menjauhkan wajah itu, lidah itu dari pangkal pahanya. namun hanya dengan hitungan detik kakinya terkunci oleh lengan atletis dito.

wajah tegang veni hanya bisa terpaku pada atap asbes kamar dengan nafas terputus-putus dan tertahan. ada getaran kuat yang tak dia mengerti yang berputar pada perut bagian bawahnya. tubuhnya mengejang sesaat, lalu terhenyak lemas kembali dengan tangan masih mencengkeram sprei. lalu kesadarannya sedikit pulih. kembali dirasakan bibir dito yang panas beradu berkali-kali dengan bibir vaginanya.

lalu perlahan dito beranjak, lidahnya naik ke perut veni, berputar dengan bebas tanpa perlawanan, terus keatas lalu berputar-putar di dadanya. terasa batangnya yang keras turut merayap naik dan bergesekan dengan kaki mulus kecil itu. nafas dito memburu, panas menghembus permukaan dada veni. beberapa tanda merah bekas cupangannya dikecupnya kembali dengan bernafsu. ujung merah bukit indah itu dengan ganas dikulum dan dihirupnya dengan bebas tanpa perlawanan. dito berada dalam puncak kemenangan. mata veni terkatup dalam kekalahan.

kini tubuh kekar yang basah oleh keringat itu secara penuh menutupi tubuh bugil veni. sejenak bibir dito bertemu dengan bibir veni tapi segera bibir itu menghindar. dan seolah pelampiasan kemarahan dengan garang lidah itu kembali membasahi leher putih itu dengan ludah panasnya. isak kecil veni tidak menyurutkan keinginannya sedikitpun.

kini semuanya telah siap. tangan kiri dito membasahi permukaan batangnya yang penuh tonjolan otot yang menegang dengan air ludah lalu mengarahkannya ke bibir vagina veni. sejenak veni berusaha meronta dan mengarahkan vaginanya ke bawah mempersulit keinginan dito tercapai. tetapi bagai seorang ahli tangan kanan dito menolak pinggul itu kembali keatas dan masuklah ujung batang besar itu ke dalam bibir vagina veni.

dengan segenap tenaga terakhir veni melonjak menghindar. 'mas .. amppun', bisiknya terengah,'jangan'. tetapi itu hanya mampu menunda keinginan dito sementara. gerakan tubuhnya yang memberontak malah mempermudah dito menemukan lubang sempit yagn ditujunya. lalu terdengar pekikan kecil dalam nafas yang tertahan. tubuh veni mengejang kaku saat sedikit demi sedikit batang keras itu masuk dalam vaginanya. nafasnya terhenti dan matanya membeliak menerawang langit-lagit kamar. detik demi detik dirasakan gesekan batang keras itu mengoyak dinding vaginanya. terasa sakit yang amat sangat seperti luka terbuka yang tertempel benda panas.

akhirnya benda itu terhenti juga. lalu diam. sepertinya dito ingin menikmati jepitan bibir vagina veni beberapa lama. hingga otot-otot vaginanya mulai bisa menerima benda itu dan mengendur. lalu mulailah pinggul dito yang mengkilap coklat oleh peluh itu bergerak maju mundur perlahan. gesekan panas batang dito di dinding vaginanya menimbulkan sensasi yang dahsyat. seluruh otot tubuh veni mengejan. dan gerakan dito semakin kuat, semakin cepat dan semakin ganas. suara lenguhan nafasnya menyeruak kesunyian seirama dengan gerakan pinggul itu. dengan mata terkatup bibi veni trbuka begitu seksi dan mendesis-desis. tak disadarinya lengannya memeluk leher sang kakak yang menyenggamainya dengan penuh tenaga. kakinya menjepit pinggul sang kakak dengan kuat, keinginan hatinya menolak diperlakukan seperti ini namun keinginan tubuhnya enggan untuk melepaskan kenikmatan tubuh ini.

rasa sakit yang tadi begitu kuat berganti dengan getaran-getaran erotis yang panas pada tubuhnya. bibirnya terbuka, tak lagi menolak saat lidah dito bermain di seantero dinding mulutnya. bahkan sesekali lidahnya turut berputar menyapa lidah kakak yang ganas menyeruak. tidak sadar ia menikmati perlakuan ini.

dito mengganas bagai serigala. erangna kuat keluar dari tenggoraokannya yang seolah tersumpal udara panas. dipeluknya erat tubuh kecil itu dengan kuat seolah dadanya ingin menelan tubuh itu. gerakan pinggulnya semakin cepat. kecipak lendir vagina yang meleleh meningkahi pergulatan tabu itu. cucuran keringat menimbulkan noda di permukaan sprei. lalu dito berteriak keras, tubuhnya mengejan, pinggulnya menekan sangat kuat, kejantanannya terbenam sampai pangkalnya, dijambaknya rambut veni dengan mata terpetam lalu tersemburlah cairan mani panas itu ke dalam vagina adiknya.

lalu keadaan menjadi sepi. peukan-pelukan kuat itu mulai melemas. nafas-nafas memburu mulai mereda. cengkeraman tangan-tangan itu mulai mengendur. dan kesadaran mereka mulai kembali. sedikit demi sedikit. isak tangis veni mulai muncul kembali. terdengar titik-titik air hujan jatuh mengenai atap rumah. rupanya hujan masih mengguyur rumah ini. dito menghela nafas panjang dan kuat.

'maafkan mas ya ven', bisiknya parau tepat di depan telinga veni.

tubuh mereka masih bertindihan, tanpa busana, dengan kondisi lemas.

'APA-APAAN INI', gelegar suara ayah seperti petir yang turun dari langit jatuh langsung ke dalam kamar ini. dito melonjak kaget dan terjengkang di lantai marmer. kakinya yang terbuka memperlihatkan dengan jelas kejantanannya yang lemas masih basah oleh lendir vagina veni. veni beranjak dengan kekagetan yang sama menarik bantal menutupi tubuhnya dengan sebisanya.

kemudian veni memekik saat ayah melangkah dengan geram dan mengayunkan tamparan yang sangat keras ke pipi dito. dito kembali terjengkang ke pojok ruangan, perlahan dia beringsut kesakitan merangkak ke arah pintu dengan telanjang bulat. lalu wajah geram yang menakutkan itu melahap bulat-bulat wajah pucat pasi veni. dalam ketakutan yang amat sangat tangis veni menghambur deras.

dia mengisak-isak kuat, tangannya menutup wajahnya penuh malu dan membiarkan bantal yang menutupi tubuhnya terpental.

tangan besar itu kembali terangkat untuk menampar kepala kecil veni yang berlinangan air mata.

'dia memaksaku ayah ..', suaranya sedikit tidak jelas oleh nafas yang tersengguk-senguk,'veni sudah menolaknya ..', air mata veni bagai tercurah mengalir membasahi tubuhnya yang telanjang, mengalir melalui lenggak-lenggok payudaranya yang sekal, melalui perut yang dihiasi psar mungil lalu hilang dalam onggokan kecil rambut tipis yang menggumpal. tangan kekar itu perlahan turun dan hinggap di kepala veni, lalu perlahan mengusapnya penuh kasih.

seperti menemukan perlindungan yang aman veni menghambur ke pelukan ayahnya. beliaulah yang selama ini melindungi dirinya. membesarkannya dari ibu yang entah kemana. beliaulah yang selama ini menyayanginya, melindunginya, menyembuhkannya saat dia sakit. beliaulah ayah yang sebenarnya bagi veni.

tangan veni memeluk erat tubuh ayah. menyembunyikan kepala mungil itu dalam dada yang bidang dan mencurahkan air mata kekecewaannya yang sangat. belaian hangat tangan itu di kepalanya membuatnya tenteram. juga belaian hangat di punggungnya yang terbuka.

ayah perlahan menghenyakkan badannya ke spring bed yang empuk itu. veni masih memeluknya dengan isak tangis yang tanpa henti. perlahan masih dengan satu tangan masih mengelus sayang rambut veni, dia menarik tubuh kecil itu dalam gendongannya. sepeti saat veni kecil, ia sering menggendong veni dari depan seperti ini. sesaat ditariknya kepala veni dan dikecupnya mata veni yang sembab dengan penuh kasih sayang lalu dibiarkannya tangis itu kembali menghabur di pundaknya.

veni tak sadar saat kedua tangan itu memainkan dan meremas pinggulnya. kepedihannya begitu mendalam terhanyut dalam tangis yang tak berkesudahan. masih tak sadar pula saat tangan itu mengangkat pinggulnya, membuka resletingnya dan mengeluarkan sesuatu yang hitam besar dari pangkal pahanya . badan veni menurut diarahkan kemana saja, kesadarannya masih terlalu sibuk dengan tangisnya yang pilu. perlahan batang itu tertuntun langsung ke arah pangkal paha veni dalam posisi yang sempurna.

kesadaran veni baru pulih saat ia merasakan benda lain memasuki tubuhnya. dan tangan kekar itu mencengkeram pinggul dan pinggangnya lalu menghentakkan tubuhnya keatas dan kebawah sengan kuat. terasa batang besar itu mengocok dinding vaginanya berulang-ulang, dalam ritme yang teratur. kebingungan melanda kesadarnannya ditingkahi rasa nikmat yang kembali merambat tubuhnya. dipandangnya wajah ayah dengan pandangan tidak mengerti.

'anak bangsat kamu', kata ayah dengan geram dan kocokan semakin kuat, kemarahannya seolah tersalurkan dengan memperkosa anak angkatnya. dalam bingung air mata veni kembali bercucuran. ia keputusasaan melanda pikirannya. ia tak mengerti mengapa ini terjadi.

dan kemarahan ayahnya tak tehenti disitu saja. sambil terus mengatakan kata-kata kotor tentang kebangsatan, tak tahu budi, perek dan semacamnya. digelutinya tubuh smp anaknya denga beringas. puas bermain dari depan dilemparkannya tubuh kecil itu ke lantai. batang kejantanannya mengayun ganas. lalu dari belakang dihunjamkannya kuat-kuat dalam lubang kecil yang meri=ona merah itu. veni hanya memekik. tubuhnya melengkung bagai busur, rasa sakit bercampur dengan getaran nikmat diseluruh tubuh. keputusasaanya membuatnya tak mampu berpikir. yang ada hanya rasa, rasa saat batang bundar itu menggesek setiap lipatan vaginanya, menggesek dinding vaginanya dengan ganas. zakar ayah memantul setiap bertumbukan dengan pangkal pinggulnya. suara kecipak meningkahi gerakan berulang ayah. tangan yang penuh kemarahan itu meremas buah dada venidengan ganas. veni merintih, 'oooh ....', antara sakit dan nikmat. 'bangsat ..', katanya lagi sambil mempercepat gerakannya.

lalu dicengkeramnya pinggul veni dan dengan kuat dihunjam-hunjamkannya penis besar itu di vagina kecil yang mulei bengkak itu. veni merintih. diulangnya gerakan itu semakin cepat. terasa seperti ada cahaya putih yang muncul dari kelopak mata veni seiring dengan rasa nikmat yang menjalar gila. veni mengejan tertahan, bibir vaginanya mengerut kuat menjepit batang hitam itu seolah menguncinya untuk diam. lalu dengan umpatan yang keras dihempas-hempaskan pinggul itu dengan sekuat tenaga ke pangkal pahanya. lalu ayah mengerang dan mengumpat. terasa deras air panas memenuhi perut veni. ayah telah selesai.

lalu dengan terhuyung-huyung melawan tubuhnya yang lemas ayah berdiri, membenahi celananya dan terhuyung-huyung pergi. tak sempat veni melihat wajah tua dengan expresi yang carut marut itu meninggalkannya. dia masih tergolek lemas di lantai dingin tanpa daya. suara air hujan kembali mulai disadarinya terdengar.

perlahan matanya menyapu ruangan itu. dan tertumbuk pada jam dinding snopy berwarna kuning. 'ooh, jam delapan', serunya dalam hati,'aku sudah terlambat ke sekolah'. perlahan dia beringsut ke kamar mandi. disekanya tubuh dan wajahnya dengan ala kadarnya. dinginnya air membangkitkan rasa sakit dibeberapa bagian tubuhnya. dengan gemetar disekanya buah dadanya yang terasa perih. mungkin lecet oleh gigitan kakak atau lecet karena hisapan ayah. veni tak dapat mengingatnya dengan jelas. ia tak berani menggosok vaginanya membengkak, hanya menyiramnya, itupun sudah terasa begitu perih.

setelah melap tubuhnya dengan handuk, tertatih ia meraih tas sekolahnya dengan sedikit terburu-buru. dipakainya tshirt dengan seadanya -tak sadar yang diambilnya adalah tank top- lalu dipakainya celana pendek wol yang tadi dipakainya tidur. 'aku harus buru-buru', desaknya dalam hati. lalu ia memasukkan seragam sekolah yang seperti bisa tergantung rapi didinding kamar -sudah disiapkan oleh bibik sedari kemarin- dan memasukkannya ke dalam tas. lalu ia menghambur ke depan.

dengan sepatu tertenteng distopnya sebuah taksi didepan rumah bersama guyuran hujan yang masih ganas. ia ingin secepatnya pergi dari rumah ini. tak mau lagi ia melihat wajah ayah dan kakaknya. biasanya dia selalu diantar ayah bersama sang kakak di mobil sedan hitam yang sekarang masih teronggok didepan rumah. biasanya dia ditunggu ayah dan sang kakak di ruang tamu itu. tapi tidak hari ini. mereka tak terlihat ada disana hari ini. dan meskipun ada dia tak sudi untuk diantar.

saat taksi biru muda itu meluncur, dia merasa sedikit bebas. dengan sesekali mengusap air mata yang menetes. dia mulai memakai seragam yang tadi dibawanya. tak disadari oleh veni kalau pak sopir matanya hampir copot melotot menikmati buah dada sekal itu -dari spion- menyembul saat ia memakai sepatu. menikmati mulus pahanya dengan mencuri-curi pandang saat ia memakai rok biru itu. ia tak sadar kalau tubuhnya yang kecil dan wajahnya yang imut itu begitu seksi terbalut tank top yang basah terguyur hujan.

10 menit berlalu seragam sekolah telah terpakai semua. namun ada sedikit rasa risih karena tak menggunakan bh dan celana dalam. tapi ah, mana mau veni kembali ke rumah itu. maka ditepisnya perasaan risih itu. toh tidak ada yang tahu. veni tak tahu kalau pak sopir tahu kalau ia tak menggunakan apapun dibalik tank top itu.

10 menit selanjutnya taksi itu sampai di sekolah yang dituju. tetapi aneh, pak sopir tidak menghentikan kendaraan itu di depan sekolahnya melainkan terus melaju. serta merta bibir veni mengucap protes.

'kok nggak berenti pak!'

dengan mimik kaget pak sopir meminta maaf lalu memutar kembali sedan biru itu.

sekolah veni terletak di pinggiran kota jakarta, namun lalu lalang kendaraan cukup ramai meski tidak pernah terkena macet. di depan sekolah persis terdapat bangunan setengah jadi. katanya itu akan menjadi deretan ruko pusat grosir. tetapi entah mengapa sejak setahun terakhir bangunan itu terhenti proses pembangunanya dan terbengkalai. dan akhirnya tempat itu terkenal menjadi sarang waria di malam hari. bahkan sempat ada isu menghebohkan mengenai munculnya hantu perawan setiap malam jum'at.

taksi itu kini berbalik arah kembali menuju sekolah. namun setiba di depan sekolah taksi itu tidak masuk ke halaman sekolah melainkan berbelok ke kiri masuk area bangunan ruko tua.

'pak, kok kesini sich beloknya', kata veni ketus. rasa cemas atas keterlambatannya yang sangat membuatnya panik.

'tenang neng, motong jalan sulit, kalau dari sini lebih enak'.

'enak gimana, muter kesini toh masih tetep motong jalan juga', pikir veni, tapi ia diam saja. perlahan taksi tapi pasti taksi itu menghilang dibalik bangunan ruko, berputar melalui jalan belakang. beberapa saat kepala si sopir celingak celinguk kiri dan kanan seperti mencari sesuatu lalu taksi itu terhenti.

'kok berhenti pak?' tanya veni tidak sabar.

'sabar neng, mau ambil barang dulu ..', kata pak sopir sambil membalikkan badan. selanjutnya dia menurunkan sandaran kursi depan kanan hingga sejajar dengan kursi belakang. lalu dia merayap ke belakang melalui kursi itu.

'ambil barang apa pak?', veni mulai merasa aneh.

wajah si sopir bertemu langsung dengan sorot mata veni lalu ia menyeringai.

'ya barang kamu neng', katanya kemudian sambil secepat kilat tangan kirinya menjulur dan merenggut baju seragam veni tepat di dada. veni bahkan tidak sadar apa yang sedang terjadi, sesaat kemudian ia sudah dalam dekapan kuat sopir taksi itu.

veni berusaha melepaskan diri secepatnya. dan si sopir gila itu berusaha menggerayangi veni secepatnya pula. tangannya berkeliaran di paha putih itu dengan liar. veni menggelinjang setiap kali jemari itu menyentuh bukit kecilnya yang panas. semua berlangsung cepat. entah bagaimana kini ia telah terpuruk di sandaran belakang dengan dengan sebuah tangan berhawa panas menelusup dibalik bajunya, meremas-remas payudaranya dengan gemas. entah bagaimana celana kecilnya telah melorot sampai lutut dan membiarkan pinggulnya terbuka lebar saat rok seragam itu disingkap.

tanpa basa-basi pembuka batang kejantanan itu merobek vagina kecil itu dengan satu gerakan kasah. veni merintih, vaginanya yang belum siap dan masih kering terasa sakit oleh perlakuan kasar itu. selanjutnya dengan terengah-engah pak sopir itu mendekapnya dari belakang dan menggoyangnya denga brutal. desau nafasnya panas menerpa leher veni. tak sempat baginya untuk menangis, apalagi meratapi nasibnya yang malang.

pinggul pak sopir maju mundur dengan sigap, kejantanannya menusuk-nusuk lubang kecil itu dengan biadab. kepala veni tergolek lemas di sandaran kursi belakang, jemarinya mencengkeram jok menahan perasaan yang ingin meledak. nafas panas si sopir masih menghembus-hembus kencang.

'kamu enak sekali bocah', setengah terbata si sopir mengucap kata-kata diantara goyangnanya yang penuh birahi atas badan mungil itu. seragam vni carut-marut tak keruan. kedua tangan pak sopir menelusup dari bawah baju seragam, meremas dua buah kenyal itu tanpa bisa dicegah lagi.

dan bagaikan ritual biasa kocokan penis pak sopir bergerak semakin cepat. semakit cepat. dan kemudian badannya meregang kaku saat batang hitam itu menyemprotkan lendir panas kedalam liangnya.

dengan rasa takut veni memberontak melepaskan diri dari dekapan brutal itu. tubuh lemas si sopir tak mampu menahannya. seringai puas pada wajah itu melepas kepergian veni yang tergesa panik. sambil berlari dibawah guyuran hujan deras dirapikannya baju seragam itu seadanya. bajunya pun basah tak bisa dihindari lagi. dia terus berlari menuju sekolahnya diseberang jalan dengan baju melekat ketat di tubuhnya, mencetak lekuk-lekuk indah pada tubuhnya. dan semakin dekat ke sekolah semakin melekat bajunya karena air hujan.

kali ini tidak ada lagi air mata, kecemasannya melebihi kesedihannya, pada saat itu. sesampai di depan kelas yang pintunya terbuka dia berdiri mematung. matanya bertumbukan dengan mata wali kelasnya yang sedang mengajar. lalu perlahan si ibu melangkah mendekatinya.

'kamu kenapa ven?', tanya si ibu guru.

'saya terlambat bu', kata-kata itu terlontar begitu saja karena bingung harus berkata apa.

'kenapa terlambat?', taya si ibu guru.

veni terdiam, tak tahu harus menjawab apa. tak mungkin baginya menceritakan apa penyebab sebenarnya. sementara alasan lain tak jua muncul dikepalanya. dia hanya termangu.

'sudah, kamu ke bp saja dulu, lapor ya', perintah ibu guru.

dengan langkah lemas veni menuju ruang bp di ujung sekolah. bangunan yang terpisah dari yang lain. dan setelah mengucap salam sekedarnya dia melangkah masuk.

malang memang tak dapat ditolak. guru piketnya adalah pak bram, guru setengah baya yang sering diisukan suka menjahili anak perempuan. suka meremas pantat lah, menowel payu dara lah ....

'ooh veni ..', katanya sok ramah,'ada apa ven? kok bajumu basah?'

'kehujanan pak', jawab veni sambil menunduk, jerih juga ia menatap mata sang guru.

'trus kesini .. ada keperluan apa?', tanyanya kemudian dengan mata nyalang menelusuri setiap lekuk tubuh veni yang terpampang jelas semeter didepannya. tangannya sudah gatal ingin menggerayangi tubuh itu. sungguh durian yang runtuh dari langit, pikirnya.

'terlambat pak', jawab veni dengan posisi yang sama.

'terlambat kok jam segini', katanya sambil menggandeng dan memaksa veni duduk di kursi bagian dalam. kini veni duduk di kursi di pojok ruangan menghadap sebuah meja kerja dan tak terlihat dari luar. tapi itu tak membuat hati bram cukup tenang. dia beranjak dan menutup pintu kantor. veni hanya bisa memandangi punggung lebar itu. hati veni turut berderik seirama derik suara anak kunci yang berputar. bram mengunci ruangan itu dan menginggalkan dirinya bersama veni di dalam. hanya berdua.

'kenapa terlambat sampai jam segini?', kembali diulangnya pertanyaan itu sambil duduk dimeja tepat dimuka veni. kakinya sengaja dilebarkan seolah menyodorkan pangkal pahanya ke dalam pandangan veni. veni tak tahu harus menjawab apa. dia diam. bingung.

tangan itu menrayap meraba rambut kepalanya.

'kenapa diam', katanya lembut sambil memegang kepala veni dengan kedua tangan. veni diam.

kediaman itu terkoyak saat dengan satu gerakan cepat bibir bram sudah menempel di bibir veni dan mengulumnya. veni melonjak kaget, matanya melotot ke wajah bram. tetapi wajah itu lebih sangar dari yang diduga. dengan satu tangan mencengkeram rambut kepalanya dia menghardik.

'jangan main-main dengan saya ven', dia berkata tepat didepan mata veni dan menimbulkan rasa takut yang membuat veni tak mampu bergerak,

'aku bisa mengeluarkanmu dari sekolah ini, tahu!!'.

veni dicekam dengan rasa takut yang luar biasa. tubuhnya kaku. dan bram dengan leluasa menelusupkan tangannya yang lain ke dalam baju veni dari atas. tangnanya bermain-main disana dengan sesuka hatinya. cengkeramannya pada rambut veni mulai menimbulkan rasa sakit. wajah veni meringis menahan, matanya terkatup. akar-akar rambutnya seolah tercerabut.

bram merasa senang. kelinci kecil itu kini tak berdaya dicengkeramannya. sudah lama ia menunggu kesempatn ini. sudah lama ia memiliki perhatian pada gadis kecil ini. seorang bintang kelas yang molek yang selalu duduk di bangku depan. dan bila hari-hari kemarin ia hanya bisa mencuri-curi pandang pada paha mulus yang tersingkap saat ia mengajar. kini pemiliknya dengan seluruh tubuhnya yang indah ada dihadapannya tak berdaya.

'kamu selamat kalau menuruti perintahku', katanya kemudian smabil menuntun telapak tangan veni ke merayapi pahanya yang tertutup celana bahan. tangan veni terkepal tanda perlawanan.

'buka!!', bentaknya.

dengan rasa takut dibukanya genggaman itu. dan tangan itu dituntun untuk terus merayap keatas. lau berputar-putar di pangkal pahanya. dari telapak kecilnya dia merasakan sesuatu yang semakin besar dan keras disana. wajahnya dibuang ke arah tembok ruangan tak mau melihat arah itu.

bram tidak peduli. aliran kenikmatan mulai memanaskan tubuhnya. sungguh hari hujan yang indah pikirnya. dengan telaten dia menuntun tangan itu untuk mulai meremas batang kejantanannya. dan saat ketegangannya telah memuncak. dia membuka resletingnya dan menuntun tangan itu masuk kedalamnya. awalnya veni menahan tangannya tapi dengan paksa dia harus bersentuhan dengan benda itu. dia menggenggamnya. pertama kalinya dia merasakan benda lelaki yang selama ini mengoyak tubuhnya langsung bersentuhan dengan jemarinya.

'gini kan enak', suara parau bram memecah keheningan. lalu ia mengeluarkan batang tagang itu dari celananya dan menuntun tangan veni untuk mengelus dan mengocoknya. rasa hangat seolah mengalir dari batang otot yang tegang itu merambat melalui jemari veni menelusuri lengan dan berputar-putar didadanya membuat nafas veni menjadi berat.

'pelan-pelan sayang', bisik bram sambil mengulum daun telinga veni. seluruh tubuh veni dipenuhi rasa geli, kepalanya miring-miring ke kiri dan kanan mencoba secara halus menghindar. tapi mana boleh itu terjadi. kesempatan tak datang dua kali. bram dengan pelahan tapi memaksa veni untuk menuruti semua kemauan iblisnya.

'tutup matamu', perintahnya dengan bisikan tajam. untuk yang kesekian kalinya.

'buka mulutmu', perintahnya kemudian.

sedetik selanjutnya sebuah lidah panas menari-nari dalam rongga mulut veni. menyapu langit-langit mulut mengalirkan panas ke seluruh permukaan ruang mulut yang mungil itu.

sesaat lidah itu menghilang. mulut veni terbuka terengah-engah mencari udara yang sedari tadi tertahan. kepalanya sedikit tertunduk. namun ini bukan akhir dari ciuman yang dahsyat melainkan permulaan dari permainan yang lebih laknat.

sesuatu yang hangat menerobos rongga mulut yang terengah itu. kaget, veni membuka mata. shock saat tepat didepannya yang terlihat hanyalah gundukan rambut keriting yang tebal dengan bau khasnya. refleks kepalanya mundur menghindar, namun sebuah tangan yang kuat menahannya, menjambaknya dan kembali mengalirkan rasa sakit pada akar-akar rambutnya.

'awas .. mati kau kalau berani gigit', hardik bram, 'jangan kena gigi', perintahnya selanjutnya sambil mulai mengayun kepala mungil dalam cengkeraman tangannya itu.

kontan veni blingsatan tak tahu harus bagaimana memenuhi perintah bram, dia berusaha menjauhkan gigi-giginya dari kulit penis yang sekarang memenuhi mulutnya. lidahnya dan seluruh permukaan rongga mulutnya bersentuhan dengan benda berotot keras itu dan merasakan bagaimana panasnya terpancar. sesekali batang berkepala bulat itu terlalu jauh menusuk kedalam dan hinggap di ujung tenggorokannya menyumpal nafasnya. veni terbatuk dan tergugu karena terhenti nafasnya. tetes air mata mengalir kembali dari kelopak mata yang sedari pagi seolah belum mengering. bunyi kecipak batang penis yang menusuk-nusuk mulut veni, bermain dengan lidah dan lendir ludahnya ditingkahi oleh isakkan lirih seorang yang begitu tak berdaya dan lelah untuk melawan.

beberapa menit berlalu dalam isakan tersedu dan erangan penuh nikmat dari lelaki setengah baya yang tinggi besar itu. otot-otot geraham veni telah mulai ngilu menahan giginya supaya tidak mengatup. veni begitu termakan ancaman bram baehwa kalau giginya mengatup maka nyawanya melayang. sedangkan bram makin makin hanyut dalam denyut kenikmatan elusan lembut dinding mulut veni. hingga sampailah ia pada puncak orgasmenya. sambil kembali mengancam dengan penuh terbata ia memaksa veni menghisap penisnya.

'hhh isap semua ven', keringat menitik di sekujur kepalanya, 'telan semua aah'.

kocokannya semakin kuat, semakin cepat, ... lalu terhenti dengan cengkeraman kuat pada rambut veni yang hitam harum shampoo. cairan kental panas mengalir deras dalam mulut veni. berkali-kali veni tersedak dan berontak karena kehabisan nafas. tapi bram yang kalap tidak melepaskan kepala kecil itu dari dekapan tangan dan pahanya. kepala veni tersuruk jauh kedalam pangkal paha yang besar dan berotot itu.

tapi akhirnya siksaan itu berakhir jua. menyisakan nafas yang tak beraturan. bram menjatuhkan tubuhnya diatas meja. tangannya terbentang kesisi-sisinya dengan lemas, kakinya mengangkang lebar memperlihatkan penis yang tadi begitu ganas dan besar, perlahan kini menyurut kecil hingga sebesar ibu jari saja. dalam keadaan lain mungkin terlihat mungil, imut dan menggemaskan. namun bagi veni yang masih sibuk mengatur nafas itu tak terhiraukan sama sekali. nafasnya tersengal-sengal kekurangan oksigen. ia sangat bersyukur masih hidup saat itu. perutnya mual menahan muntah atas rasa jijik setelah menelan semua cairan mani yang tadi tertumpah.

setengah jam berlalu dalam kelelahan. bram beranjak dan duduk di kursi empuk dibelakang meja. tentu saja celana panjangnya telah rapi kembali. bangsat itu kembali menjelma menjadi guru setengah baya yang biasa-biasa saja.

dengan nafas panjang yang teratur seolah tidak terjadi apapun, dengan santai dia merebahkan punggungnya dalam sandaran kursi empuk kulit imitasi itu. kini ia dan veni duduk berhadapan dipisahkan sebuah meja yang beberapa menit lalu menjadi tempat kejadian perkara laknat itu. tangannya menggapai sesuatu lalu melemparkannya ke depan veni. sebuah kotak tissu.

'bersihkan dirimu,' hardiknya, 'dan jangan pernah berfikir kamu bisa mengadukan hal ini ke siapapun!'. sunyi sejenak. veni meraih selembar tissu. 'aku akan menghancurkanmu kalau itu terjadi'. veni mengusap setitik lendir di ujung bibirnya. aneh, tak ada lagi rasa sedih atau apa. ia hanya merasa hambar.

bell istirahat tengah hari nyaring mengoyak kesunyian ruangan itu. kedua orang terhenya sesaat. save by the bell. tapi save by what, bencana itu telah terjadi. lunglai veni melangkah keluar dari ruang bp diiringi pandangan penuh kepuasan di mata bram. semeter setelah pitu keluar terdengar suara bram.

'veni ..'

veni menoleh dengan segan. tertangkap wajah bram yang tersenyum. senyum paling menyebalkan yang veni pernah lihat.

'lain kali kita ulangi ya ..'

merasa tak perlu menjawab veni kembali meneruskan langkah keluar. dan melanjutkan hidupnya di hari itu.

istirahat dihabiskannya dengan melamun di kantin. canda gurau teman-temannya hanya dijawab dengan senyum hambar. bakso panas favoritnya tersisa setengah saat bel masuk berbunyi. semua terasa hambar. padahal beberapa sendok cabai giling telah ditambahkan kedalamnya.

3 mata pelajaran berlalu seolah tanpa arti. ia menulis apa yang disuruh ditulis, mengitung apa yang disuruh menghitung, menyalin .. semua berlalu tanpa arti. dan bell tanda usai berdentang tanda akhir pelajaran. veni berharap itu juga akhir kepahitannya hari ini.

lemas dan pandangan hampa dapat dengan mudah terbaca dari gerak-gerik veni yang menyusuri koridor kelas. ia sebenarnya tak ingin pulang. kembaali ke rumah yang manis yang menorehkan luka menganga dihatinya. tapi mau kemana lagi. tak memiliki tujuan lain menjadi sesuatu yang merebut harapannya untuk hidup normal. bahagia seperti yang lain.

'nik ...', seru seseorang memanggilnya. itu pasti joko, sahabatnya sejak sd. hanya dia yang menyebutnya ninik. sebutan almarhum ayah pada saat veni kecil.

'lo lemes banget hari ini nik', katanya sambil melangkah disisinya.

veni menoleh, tersenyum sekilas. lalu kembali berjalan.

'lo sakit ya?', katanya tanpa dosa. veni hanya mengangguk tanpa menoleh sambil terus berjalan. dan seperti biasa joko mulai bercerita ini itu dengan cerianya. beberapa gurau keluar tanpa menyadari bahwa veni terlalu murung sebagai orang yang sakit ringan.

di ujung lorong veni berbelok.

'lo mo kemana nik?', tanyanya.

'toilet', jawab veni pendek.

'aku tunggu di depan ya ..', seru joko sambil melihat punggung veni yang makin menjauh.

veni membisu dan terus berjalan.

sebenarnya veni tak ingin ke toilet. ia hanya ingin menghindari joko. ia tak ingin melihat titik air mata yang mulai mengalir dari pipinya. veni tak tahu mengapa harus menangis lagi. ia percaya bilamana diperkosa sekali lagipun dia bisa menahan tangis. tapi bersamanya ...

baginya joko sudah bukan sahabat lagi. dia telah menjadi bagian dari hidupnya. selalu menjadi curahan setiap deritanya. tempat bercerita angan-angannya. veni menyayanginya. dan ia juga mulai yakin bila joko juga berhati sama dengannya.

dan rasanya jauh lebih pedih dari kenyataan yang terjadi saat veni menyadari bahwa dirinya begitu takut untuk menceritakan derita yang satu ini dengannya. 'aku tak mau kehilangan dia', bisiknya dalam hati. ia terlalu takut derita ini juga merengut joko darinya. satu-satunya teman yang tersisa untuk dipercaya.

diujung koridor sebaris pintu toilet yang termangu seolah menunggunya. tubuhnya berbelok memasuki ruang yang terdiri dari 3 pintu toilet khusus wanita. tak seperti sekolah biasa, ruang ini begitu bersih. jauh dari kesan jorok apalagi pesing. tak rugi sekolah ini berbiaya mahal walau bebas spp.

veni menjatuhkan diri meringkuk diujung ruang. menangis di depan pintu toilet seakan meratapi pintu itu untuk terbuka. menangisi kesialan hidupnya. ia tak menyadari lalu-lalang murid yang melewati pintu ruangan itu semakin jarang. dan kesenyapan semakin datang. ia masih terisak-isak perlahan.

deg. sebersit nafas tertahan didadanya saat sebuah tangan menggapai pundaknya. bersamaan dengan suara berat bapak-bapak berbicara padanya.

'kok menangis disini mbak'

serentak veni menoleh, matanya yang sembab menangkap sesosok tubuh setengah tua. itu pak suripto pembantu sekolah. rupanya dia sedang berkeliling untuk menghidupkan lampu-lampu ruangan. veni mencoba tersenyum. sambil bangkit perlahan dan merapikan pakaiannya yang sedikit kusut diraihnya tas buku tanpa berkata apa-apa.

saat ia beranjak pergi tangan itu menahannya.

'kok pertanyaan bapak tidak dijawab?', veni tidak suka dengan perlakuan itu. hatinya yang masgul membuatnya sedikit sensitif. ditepisnya dengan kasar tangan itu dan kembali ngeloyor pergi.

'dasar tidak sopan', tiba-tiba tangan suripto mecengkeram dengan kasar pundak veni dan menariknya. tubuh veni yang kecil dan lemas terpelanting dan jatuh tepat didada suripto. veni mendongak, dan terkejut. wajah suripto yang marah ada hanya beberapa mili dari wajahnya. hembusah nafasnya jatuh tepat dimuka veni. ketakutan mulai menyerang veni.

dirasakannya dada suripto yang terengah menempel ketat didadanya. veni mencoba melepaskan diri. tapi suripto tak mau melepasnya begitu saja. tangannya merangkul erat tubuh itu. veni terkunci.

tapi suripto tak melakukan apapun selain itu. mungkin dalam hatinya sedang bimbang. antara takut dan keinginan. hanya setiap kali veni memberontak, pelukan suripto semakin kencang. seolah membangkitkan kegarangan yang ada dalam dada suripto.

'jangan', pelahan suara veni menghiba.

suara memelas veni bukan menghadirkan rasa kasihan tapi malah menjadi pemicu ledakan keberanian dari suripto yang yang terpendam. dengan membabi buta diciuminya muka, leher dan dada veni. veni seketika memberontak dan meraung. tapi apa daya, kelas-kelas telah kosong tanpa ada seorang pun.

tanpa ayal dan penuh ketidak sabaran suripto menarik baju veni. baju seragam itu lepas dengan beberapa kancing tanggal. seperti tanggalnya asa yang ada di hati veni.

beberapa saat kemudian mereka berdua telah bergumulan di lantai gang sempit itu. satu persatu kain yang menutupi tubuh veni tanggal dengan paksa. otott-otot suripto menegang dipenuhi oleh kekuatan nafsu. hingga akhirnya tubuh itu digumuli suripto tanpa sehelai benangpun diatasnya. panasnya nafas suripto menghembus tak teratur. otot kejantanannya menonjol dari balik celana katun seragam tukang kebun. menekan-nekan tubuh kecil itu meminta untuk dipuaskan.

veni hanya bisa meringis saat tangan suripto meremas payudaranya dengan kasar pada satu sisi dan mulut yang menghisap putingnya disisi lain. ada sedikit rasa panas yang terbangkitkan oleh kebuasan suripto. apalagi lidah saat lidah panas itu mengalir tak beraturan di klit perutnya yang mulus, memainkan pusarnya, geli merayap keseluruh tubuh veni. dia menggelinjang dan tertangkap sebagai sebuah gerakan sensual oleh suripto.

'bocah perek lo', serunya sambil menelusupkan jari tengahnya ke vagina veni yang basah. tubuh veni meliuk sepertii busur. tangannya masih berusaha menolak wajah itu dari tubuhnya. tapi pinggulnya bergoyang seirama gerakan tangan suripto yang bermain diliang kewanitaannya. rintihan penolakan meluncur dari bibirnya yang tergetar oleh rasa nikmat. tangan suripto semakin menjadi dan memperdengarkan kecipak senssual dari pangkal paha itu.

tiba-tiba terdengar sebuah bentakan dahsyat di ruang kecil itu.

'bangsat !!' disusul bunyi pukulan yang kuat. beberapa kali. mata veni yang nanar menangkap tubuh suripto yang terjengkang ke lantai ruangan. saat matanya mulai jelas terlihat tubuh kedua yang ternyata joko yang seperti kalap memukuli tubuh setengah tua itu. pertarungan itu terlalu cepat untuk diikutinya. terakhir terlihat suripto lari lintang pukang meninggalkan ruangan itu, meninggalkan rasa nanggung yang amat- sangat di tubuh veni.

joko mendekap tubuh sahabatnya dengan kuat. terikut rasa sayang yang amat sangat. veni tergugu dan tersedan. dan membalas pelukan itu dengan kuat seolah tak mampu kehilangan rasa tenteram yang selama ini hilang. lalu rasa itu kembali bangkit. rasa nanggung yang menyelimuti sekujur tubuhnya.

'maaf jok', bisik veni dengan bibir menempel di telinga joko. joko masih tidak memahami apa yang terjadi. bahkan saat bibir itu menciumi lehernya dan terus bergerak mencari bibirnya. dia masih memeluk tubuh lunglai itu. tangan veni berputar-putar di punggung joko.

dan entah bagaimana kejadiannya bibir itu telah berpagutan liar. saling mencium sebagaimana profesional. lidah mereka bersarang dikulit pasangannya mengecup liar dan mengalirkan rasa panas keseluruh badan. sambil berpelukan dan berpagutan merega bergeser masuk ke dalam ruang toilet.

joko begitu terburu-buru melepas bajunya sendiri. tapi alphanya kesadaran yang direngut nafsu membara menangkap itu sebagai kejadian yang lucu. beberapa menit kemudian batang kemaluan joko yang imut mengacung kencang sedikit melengkung ke kanan. siap untuk melakukan tugasnya.

dan seperti pemula lainnya joko berkali-kali gagal untuk menyarangkan senjatanya. dan berlagak seperti wanita dewasa yang penuh pengertian veni menggenggam batang kecil itu dengan penuh kasih sayang dan menuntunnya masuk ke liangnya.

veni menjerit lirih dan joko mendesah. lalu mereka kembali berpagutan mencoba menetralisir denyut panas yang menggoda dari pangkal paha masing-masing.

joko mulai menggoyang pantatnya. gerakannya yang tergesa dan tidak berpengalaman membuat sensasi yang terlalu hebat untuk dihadapi oleh dirinya sendiri. apalagi sensasi visual tubuh veni yang meliuk-liuk kesenangan dan rintihannya yang menggetarkan pembuluh darahnya. tubuhnya seolah bergerak sendiri tanpa kendali. berselang 20 menit joko telah mencapai klimaks. mereka berpelukan. meski belum mengalami orgasme veni tak kecewa. justru rasa sayang yang berlipat seulah membumbung tinggi memenuhi dadanya. mereka berpelukan penuh kasih sayang dan kelelahan. sungguh kejadian yang sangat romantis. terjadi di bilik toilet kecil itu.

'maaf ven', bisik joko lemmbut. rasa bersalah bergayut didadanya. ia masih belum sepenuhnya mengerti apa yang terjadi. ia mengira semua ini kesalahannya. padahal veni turut mengharapkan ini terjadi.

setelah berbenah dan memastikan diri rapi, beberapa waktu kemudian veni berada di boncengan sepeda motor joko. memeluk erat sang kekasih menuju rumahnya. veni masih membenci rumah itu, tapi pulang bersama sang kekasih membuatnya sedikit tenteram. ia menikmati setiap menit bersama joko dalam perjalanan pulang. sesampai digerbang rumah, dengan gaya khas malu-malu dia hanya mengerling dengan senyum penuh arti. kecupan kecil di pipi mengakhiri kebersamaan mereka hari itu. sambil berlari veni masuk kedalam rumah langsung kekamarnya dan mengunci pintu. deru motor joko yang menjauh mulai menyadarkan veni pada rasa sakit dan lelah ditubuhnya. sungguh hari yang sangat berat telah dilaluinya. bahkan terlalu berat untuk diikuti. dan dia jatuh tertidur.

hari ini desember tanggal 2, dingin sekali pagi ini hingga veni begitu malas untuk bangun. beberapa kali bangun beberapa kali pula matanya terpejam, begitu enggan rasanya dia meninggalkan hangatnya selimut yang menutupi tubuhnya. diluar juga masih terlihat gelap. veni kembali terlelap.

setengah sadar veni merasakan sesuatu yang hangat merayapi pahanya bagian dalam. veni mulaiberpikir macam-macam. terbersit kejadiankemarin dan ia mulai menyadari kalau hari ini akan terjadi kembali. selanjutnya benda hangat itu berputar-putar lembut ke bagian paha yang lain dan mengarah ke pangkal pahanya. hatinya geram tapi tak berdaya. selanjutnya benda hangat itu berputar-putar lembut tepat di kemaluannya. dalam hati veni berontak dan bersumpah. 'aku tak mau tersiksa lagi, aku tak mau jadi korban lagi, aku harus pastikan kebahagiannku'. lalu dengan mata terkatup dia beringsut perlahan, merubah posisinya menjadi terlentang pasrah. bibirnya setengah terbuka seolah mengundang.

'aku tak peduli apa yang akan kalian lakukanpadaku, aku pastikan diriku tidak lagi tersakiti, aku akan menikmatinya'.

lalu sensasi kenikmatan itu mulai mengeletar dan memenuh setiap pembuluh darah veni. veni melenguh pendek dengan mata masih terkatup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar